Nabi yang Hunus Pedang dan Hendak Membelah Bayi menjadi Dua Bagian

0
sumber gambar: mhibaturr.tumblr.com

Seorang ibu muda dan ibu yang lebih tua sedang ada keperluan di padang rumput. Masing-masing memiliki bayi yang hampir mirip, dari ukuran badan, rupa, dan usianya. Kedua bayi itu diletakkan di atas batu besar, berdekatan. Dua wanita ini pun bergegas, menyelesaikan urusannya di padang rumput.

Sang ibu muda berfirasat tidak enak. Jikalau anaknya dimangsa oleh binatang buas. Maka dia pun meninggalkan urusannya, segera mendatangi anaknya. Bersamaan dengan itu, ibu yang usianya lebih tua pun berada di lokasi tersebut. Heran, bayinya hilang satu. Salah satu di antaranya dimangsa binatang buas.

Keduanya bertengkar. Adu mulut. Dalam waktu yang agak lama, kedua wanita ini akhirnya sepakat mendatangi raja. Untuk meminta keputusan yang paling adil.

Di hadapan raja yang sekaligus Nabi, Daud ‘Alaihis salam, keduanya menyampaikan kisah secara lengkap. Keduanya tak bisa menahan diri, hingga bertengkar di depan raja, menteri dan pembesar-pembesar lainnya.

Ibu yang lebih tua bersikukuh, bayi itu anaknya. Dia pun memberikan beragam argumen tentang ciri-ciri anaknya, dan sebagainya. Pun dengan ibu muda. Dia tak mau kalah. Akhirnya, Nabi Daud bingung, tak menemukan solusi.

“Ayah,” ujar Nabi Sulaiman ‘Alaihis salam yang kala itu sudah mendampingi ayahnya memimpin, “izinkan aku menjadi hakim bagi mereka berdua.”

Nabi Daud mengangguk. Nabi Sulaiman mendapatkan izin. Dia pun menghunuskan pedangnya. Tajam. Berkilat-kilat. Seluruh yang hadir, dan dua wanita tersebut terbelalak. Tak bisa mengedipkan mata. “Letakkan bayi itu di atas meja,” perintah Nabi Sulaiman, “aku akan membaginya menjadi dua untuk kalian berdua. Sama rata.”

“Jangan!” seru ibu muda. “Biarkan anak itu menjadi anaknya (ibu yang lebih tua). Aku tidak rela jika dia harus mati di usianya yang masih sangat belia.”

Mendengar jeritan itu, Nabi Sulaiman yang adil dan cerdas menyarungkan pedangnya. Dengan menggunakan pendekatan perasaan seperti itu, bisa diketahui bahwa ibu muda adalah ibu dari bayi anak tersebut. Seorang ibu kandung yang sejati tidak akan pernah rela melihat anaknya tersakiti, apalagi dibunuh di hadapannya.

Setelah bayi diserahkan kepada ibu muda, hukuman diberikan kepada ibu tua karena kebohongan yang dia lakukan. “Sulaiman,” puji Nabi Daud ‘Alaihis salam, “kau benar-benar hebat.”

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaInspirasi Sukses dari Penemu Metode Iqro’ yang Legendaris
Artikel berikutnyaSabda Rasulullah: Inilah 3 Ciri Keberuntungan Hidup