Ketika Abdullah bin Mas’ud Menolak Memberi Nasihat

0

Agama adalah nasihat. Memberi nasihat kepada sesama kaum muslimin dan umat manusia amatlah dianjurkan. Baik saling menasihati dalam kebaikan, kesabaran maupun kasih sayang. Saling menasihati adalah salah satu ciri kebaikan dalam sebuah komunitas masyarakat. Sebab di dalamnya ada cinta yang menumbuhkan.

Islam mengatur nasihat sedemikian rupa supaya nasihat benar-benar memberikan manfaat; bukan retorika kosong atau sampah belaka. Islam yang syumul, menerangkan kapan dan bagaimana seharusnya menasihati; agar nasihat benar-benar bermanfaat bagi penasihat maupun yang dinasihati.

Karenanya, ada ilmu yang kudu dipelajari bagi setiap kaum muslimin, baik saat dimintai nasihat maupun ketika menerima nasihat dari orang lain, pun dari orang yang beda agama. Pasalnya, di antara keutamaannya, seorang muslim dianjurkan menyampaikan nasihat ketika ada yang memintanya; sehingga tidak harus panjang, bertele-tele dan syarat njilmet lainnya.

Meski demikian, ada satu riwayat yang menyebutkan bahwa Abdullah bin Mas’ud pernah menolak saat dimintai nasihat. Apakah alasannya?

Abdullah bin Mas’ud, kisah Abu Wa’il, memberi nasihat kepada kami setiap hari Kamis. Sebab merindu akan hadirnya nasihat, salah satu di antara jamaahnya menginginkan agar nasihat itu disampaikan setiap hari. Pinta orang tersebut, “Wahai Abu Abdurrahman, sungguh kami menyukai dan merasa nikmat saat mendengar nasihat (ceramah) anda.” Lanjutnya menutup pinta, “Kami menyukai jika anda memberikan ceramah setiap hari.”

Tak disangka, sebab dalam pikiran kebanyakan kita bahwa Abdullah bin Mas’ud akan menerima permintaan tersebut, nyatanya dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim ini, Abdullah bin Mas’ud berkata, “Tidak ada yang menghalangiku memberi ceramah setiap hari,” tapi, “Aku khawatir bahwa kalian akan bosan karenanya.”

Demikianlah alasannya. Bahkan dalam lanjutan riwayat ini diterangkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun menjarangkan dalam menyampaikan nasihat; sebab khawatir jika para sahabat bosan karenanya.

Selain itu, yang hendak diperhatikan ketika menyampaikan nasihat adalah waktu, keadaan, pilihan diksi, kesederhanaan penuturan, dan keikhlasan hati sebagai kunci utama. Sebab, sesuatu yang bisa menyentuh hati hanyalah apa yang disampaikan oleh hati pula.

Karenanya pula, penting diperhatikan bagi para dai, ketika dakwah yang disampaikan belum disambut oleh objek dakwah, bisa jadi lantaran apa yang disampaikan belum berasal dari nurani terdalam sang dai. Sehingga ia akan senantiasa memperbaiki diri dan tak sibuk mengutuk objek dakwahnya. [Pirman]

Artikel sebelumnyaPengorbanan Asma’ Binti Abu Bakar Ketika Rasulullah dan Sang Ayah Hijrah
Artikel berikutnyaMintalah, Meski untuk Garam yang Anda Butuhkan