Bersama jodoh dan kematian, rezeki adalah salah satu misteri dalam kehidupan umat manusia. Kemisterian rezeki terletak pada cara mendapatkan, kapan diberikan dan berapa jumlahnya. Dari semua itu, amat banyak kisah yang menjelaskannya. Satu hal yang menjadi kemestian, semuanya berada dalam pengaturan terbaik Allah Swt.
Sore itu, terkisahlah sebuah keluarga di suatu kampung. Sebagaimana umumnya kehidupan kampung, suasana keakraban amat mendominasi. Berbagi menjadi ciri khas yang susah didapatkan dalam kehidupan perkotaan. Entah hanya sekedar berbagi cerita terkait pengalaman hidup hingga berbagi materi; mulai sekadar lauk untuk makan hingga hal lain yang jauh lebih besar.
Seorang ibu berkata kepada anaknya sore itu, “Nak, tolong antarkan ini ke sana.” Sang anak yang dipanggil langsung mendatangi sembari bertanya, “Apaan, Bu?” Piring yang diulurkan sang ibu berisi daging, baru selesai dimasak, hangat dan beraroma wangi menusuk indra penciuman. Lezat.
Lepas itu, sang ibu langsung kembali ke dapur tanpa melihat ke mana anaknya melangkah. Sore itu, semua berjalan sebagaimana mestinya; tak ada yang janggal, semuanya berjalan dalam harmoni.
Tepat setelah shalat Maghrib, sang nenek bertandang ke rumah ibu dan anaknya itu. Berbincang sebentar, kemudian meluncurlah kalimat tanya darinya, “Eh, dagingnya sudah jadi dimasak?” Agak bingung, sang ibu menjawab dengan tanya pula, “Lho? Kan tadi sudah diantarkan ke rumah.”
Rupanya, sang anak salah menerima perintah dari ibunya. Ia mendengar kata ‘sana’ dan memahaminya sebagai tetangganya yang bernama Sa’anah. Sedangkan yang dimaksud oleh sang ibu dengan kata ‘sana’ adalah rumah sang nenek.
Sekilas, ini nampak kebetulan. Bahkan, ada yang mengira bahwa daging yang diterima oleh tetangga mereka yang bernama Sa’anah adalah nyasar. Padahal, andai kita membawa kisah ini kepada ilmu tauhid dan konsep rezeki di atas, kejadian sore di kampung tersebut adalah salah satu penjelasan dari konsep kemisterian rezeki itu sendiri.
Rezeki mustahil nyasar atau tertukar. Allah Swt mempunyai ribuan bahkan jutaan cara untuk mengantarkannya kepada hamba-hamba-Nya. Meski terkesan kebetulan, semua itu adalah pengaturan Mahacermat yang tak mungkin terdapat kesalahan di dalamnya.
Dalam kasus ‘nyasar’ sebagaimana dikisahkan dalam hikayat daging ini, satu hal yang mungkin menjadi tafsirnya adalah; balasan atas kebaikan yang telah dilakukan Sa’anah kepada orang lain, entah kapan dan di mana.
Semoga dengan semakin banyak melakukan amal shalih, akan semakin banyak dan berkah pula rezeki yang ‘disasarkan’ oleh Allah Swt kepada kita.
Bagaimana yang ‘nyasar’ adalah rezeki berupa jodoh? Ups! []