Seharusnya Kaum Muslimin Merasa Amat Malu

0
ilustrasi shalat tapi maksiat @www.mukomukoshare.com

Mari menepi dari segala jenis perdebatan dan kesia-siaan yang marak di akhir zaman ini. Tiada yang dihasilkan dari semua itu, melainkan hati yang semakin mengeras, ukhuwah yang kian berjarak, wawasan yang bertambah sempit, dan rasa sombong yang terus membesar.

Mari manfaatkan waktu sebaik mungkin. Mari kembali membaca kehidupan para pendahulu umat ini. Lekaslah berkaca kepada mereka dan bandingkanlah dengan diri kita sendiri. Andai berlaku jujur, bahkan satu sosok yang kita bahas dari generasi terbaik itu benar-benar cukup untuk membuat kita-kaum Muslimin akhir zaman-merasa malu. Semalu-malunya.

Laki-laki ini lahir di kisaran tahun 431 Hijriyah dan wafat pada tahun 513 Hijriyah. Meski jasadnya telah lama berkalang tanah, tapi namanya abadi dalam pahatan emas sejarah. Beliau merupakan penulis. Beliau bagian dari permata zaman yang ditaqdirkan oleh Allah Ta’ala untuk kita, umat setelahnya.

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali menyampaikan kesaksian tentang laki-laki ini. Ia merupakan sosok produktif di semua bidang keilmuan. Menulis lebih dari 20 buku di berbagai bidang keilmuan. Dari masing-masing buku itu ada yang ditulis dalam puluhan bahkan ratusan jilid.

Al-Funun adalah karyanya yang sangat tebal. Berisi nasihat, tafsir, fikih, ushul fiqih, ushuluddin, nahwu, bahasa, syair, sejarah, dan kisah. Berisi juga pendangan-pandangannya, pengalamannya, ide serta pemikirannya.” ujar Imam Ibnu Rajab al-Hanbali.

Masih menurut kesaksian Imam Ibnu Rajab al-Hanbali Rahimahullahu Ta’ala, kitab al-Funun terdiri dari delapan ratus jilid. Sedangkan Imam adz-Dzahabi mengatakan, “Orang yang pernah melihat kitab ini mengatakan kepadaku bahwa ia (al-Funun) terdiri dari empat ratus jilid.”

Selain ‘alim dan faqih, laki-laki surgawi ini juga tergolong pribadi zuhud dan menjalani kehidupan sufi yang shahih. Di akhir hayatnya, sebagaimana dituturkan oleh salah satu murid terbaiknya, beliau hanya meninggalkan kitab tulisannya dan baju yang melekat di badannya.

Murid terbaik beliau adalah ulama kenamaan yang amat piawai dalam mengobati penyakit hati kaum Muslimin. Ialah Imam Ibnul Jauzi Rahimahullahu Ta’ala yang masyhur dengan Shaidul Khatir, Talbis al-Iblis dan banyak kitab lainnya. Berdasarkan penuturannya, ketika sang guru meninggal dunia para wanita turut menangis lantaran merasa kehilangan sosok ulama langka di zaman itu.

Bisakah kita membayangkan, bagaimana kisahnya menulis buku setebal empat ratus atau delapan ratus jilid? Padahal usia beliau hanya delapan puluhan tahun. Di antara rahasia yang beliau utarakan adalah, “Pendapatan paling besar menurut cerdik cendekia, berdasarkan kesepakatan para ulama, adalah waktu. Ia bak harta rampasan perang yang didapatkan dari kesempatan. Pasalnya, kesibukan amatlah banyak.”

Semoga Allah Ta’ala merahmati beliau dan menerima semua amal baiknya. Dialah laki-laki yang memilih mencampur rotinya dengan air agar mudah dikunyah sehingga memiliki lebih banyak waktu untuk membaca, menulis, dan memikirkan ilmu.

Rahimahullahu Ta’ala, ya Imam Abu Wafa’ bin Uqail al-Hanbali.

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaIbuku Pembantuku
Artikel berikutnyaPenjelasan tentang Waktu yang Akan Membuat Anda Tercengang