Yang Paling Dekat Tempat Duduknya dengan Rasulullah di Hari Kiamat

0

Ada yang perlu dikoreksi dari kajian yang selama ini kita dapatkan. Apalagi setelah maraknya berbagai motivasi ‘menjadi kaya’ dengan banyak embel-embelnya. Baik dengan label ‘singkat’, ‘percepatan’, dan sebagainya. Pasalnya, ada yang salah memahami. Entah karena disampaikan dengan tidak lengkap, atau lantaran keterbatasan ilmu para pengikut kajian tersebut.

Idealnya, ilmu seharusnya semakin mendekatkan seseorang kepada Allah Ta’ala, menambah gairah dalam menggapai akhirat yang abadi, dan merasa tidak butuh dengan dunia dan segala isinya yang remeh dan amat hina.

Jika pun dikatakan bahwa kekayaan bisa mengantarkan ke surga, bukankah kemiskinan juga demikian? Apalagi, kita juga mengenal sosok ‘Abdurrahman bin ‘Auf yang kaya raya dan masuk surga, juga sosok Abu Dzarr al-Ghifari yang miskin dan tak berharta tetapi masuk surga juga?

“Beruntunglah orang yang mendapatkan hidayah dengan Islam dan kehidupannya biasa-biasa saja,” sabda Nabi suatu ketika sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Makna ‘kehidupannya biasa-biasa saja’ dijelaskan dalam lanjutan sabda beliau, “Dia menerima dengan perasaan cukup (qana’ah).”

Bukankah merasa cukup berbeda dengan hasrat kaya yang memuncak? Bukankah merasa cukup menjadikan hati tenang dan damai? Bukankah merasa cukup menjadi lebih aman jika dibandingkan dengan syubhat kebelet kaya hingga melupakan akhirat? Bukanlah syawaht terhadap dunia membuat seorang lupa bahwa mati itu teramat dekat?

Selain itu, jika kita merasa cukup sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi, dimana beliau wafat tanpa meninggalkan warisan harta, ada janji amat pasti dari manusia teragung sepanjang sejarah kehidupan ini.

“Orang yang tempat duduknya paling dekat denganku pada Hari Kiamat,” sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “adalah orang yang keluar dari dunia (meninggal dunia) dengan keadaan sebagaimana aku meninggalkannya (dunia) di sana.”

Hadits yang mulia ini dikutip dari sahabat Abu Dzarr al-Ghifari, diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, dan dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam ‘Uddatush Shabirin.

Alangkah menenangkannya hidup ini jika dijalani sebagaimana petunjuk Nabi. Miskin itu terhormat dan mampu mengantarkan seorang muslim menuju surga jika dijalani dengan sabar. Sama halnya dengan kaya yang bisa menjadi jembatan menuju surga jika dijalani dengan syukur dengan membiayai dakwah dan jihad di jalan-Nya.

Maka, hati-hati dalam mencerna ilmu. Apalagi jika disampaikan sepotong-potong hingga membuat kita mengejar dunia dengan banyak dalih yang dibuat-buat. Sebab, hanya orang-orang bodohlah yang mengejar dunia, sementara dunia pergi meninggalkannya. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaYa Rasulullah, Apakah Kekayaan Itu Buruk?
Artikel berikutnyaOrang-orang Yang Membuat Rasulullah Iri