Para Muslimah tengah berkumpul di rumah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka hendak menyampaikan banyak soalan, meminta solusi, berharap hikmah dan berkah dari manusia paling mulia itu. Sebab merasa nyaman dengan kelembutan Nabi yang tegas, sesekali suara mereka terdengar lebih ceria dari suara Nabi.
Agak lama mereka berdisksui. Hingga datanglah ‘Umar bin Khaththab. Beliau pun meminta izin untuk menghadap kepada paduka tercinta, Muhammad yang mulia. Mendengar bahwa yang akan menghadap kepada Nabi adalah ‘Umar, para muslimah itu langsung menyembunyikan diri di balik hijab. Melihat tingkah para muslimah itu, Nabi pun tertawa.
“Demi ayah dan ibuku,” tanya ‘Umar, “apa yang membuat paduka tertawa?”
“Sungguh,” jawab Nabi, “aku merasa heran dengan Muslimah-muslimah yang baru bersamaku.” Sebab, “Saat mendengar suaramu,” sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, “mereka segera bersembunyi di balik hijab.”
Mendengar ujaran sahabat sekaligus kekasihnya itu, ‘Umar pun menukasi, “Sungguh, engkaulah yang lebih patut ditakuti daripada aku.” Kemudian, ‘Umar pun menghadap ke arah para Muslimah tersebut seraya sampaikan tanya, “Adakah kalian lebih takut kepadaku daripada takut kepada Rasulullah?”
“Ya,” jawab mereka. “Karena,” katanya sampaikan alasan, “Anda tidak selembut Rasulullah.”
“Wahai Ibnul Khaththab,” seru Nabi setelah mendengar penuturan para Muslimah itu, “demi Allah Ta’ala yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tak sekali pun setan berjumpa denganmu di suatu lembah (dalam riwayat lain disebutkan jalan) kecuali setan akan menghindar dan melintasi lembah (jalan) yang lainnya.”
Tabiat para wanita (dan manusia pada umumnya) adalah menyukai kelembutan. Tetapi, sikap tegas terhadap kekufuran sebagaimana dipraktikkan oleh ‘Umar juga merupakan sikap yang amat terpuji. Atas ketegasan dan keberaniannya itu, Nabi menyebutkan bahwa para setan pun takut kepada ‘Umar bin Khaththab. Dalam riwayat lain juga pernah disebutkan, bahwa ‘Umar bergulat dengan setan. Dan beliau berhasil memenangkannya.
Maka mengupayakan keterpaduan dua sifat dan sikap ini dalam jiwa seorang Muslim adalah sebuah keutamaan. Dengan kelembutan akan banyak manusia yang mendatangi sebab dapatkan kenyamanan. Dengan ketegasan dan keberanian, musuh-musuh Islam akan gentar dan menaruh rasa hormat yang amat mendalam. Wallahu a’lam bish shawwab. [Pirman/Kisahikmah]