Dunia adalah tipu daya bagi orang-orang kafir. Dunia adalah permainan dan senda gurau. Ia adalah ujian hidup yang diibaratkan oleh Nabi sebagai sesuatu yang tak lebih berharga dari sebelah sayap nyamuk, bahkan lebih buruk dari bangkai anak kambing yang tak memiliki satu telinga.
Namun, banyak yang mengejar dunia. Tak sedikit yang terbuai dan menggemarinya dengan bermewah-mewahan dalam fasilitas dan pemanfaatannya. Amat banyak pula sosok-sosok yang secara sengaja atau tidak, memperdagangkan dunia sehingga terlihat menarik bagi sebagian besar umat Islam. Alhasil, banyak yang berbondong-bondong untuk meraihnya dengan dalih kebaikan yang dipaksakan.
Meskipun memang, jika dunia berada di tangan orang Islam yang beriman, maka ianya akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan jihad di jalan Allah Ta’ala.
Secara khusus, sebagaimana dikutip oleh Mas Udik Abdullah dalam Bagai Mengukir di Atas Air, Imam Ibnul Qayyim menyebutkan tiga penderitaan yang akan dialami oleh siapa pun dengan dalih apa pun untuk memburu dunia. Penderitaan yang diberikan di dunia ini, akan berlanjut ke akhirat jika pelakunya tidak bertobat sebelum ajalnya.
Kekalutan Pikiran
Waktu dan potensi yang seharusnya digunakan untuk ibadah dan memperbanyak mengingat Allah Ta’ala justru dihabiskan untuk memikirkan dunia yang sementara. Maka sepanjang waktu yang diberikan oleh-Nya, pemburu dunia hanya berpikir tentang uang, sawah, rumah, kendaraan, dan capaian-capaian duniawi lainnya.
Ia berpikir sepanjang waktu untuk mendapatkannya. Bahkan, mereka tak segan-segan menghalalkan yang haram demi mencapai sesuatu yang menjadi ambisinya. Maka pikirannya kalut, hatinya buram, dan fisiknya pun lelah karenanya.
Kepayahan Tiada Henti
Kekalutan pikiran itulah yang membuatnya menjadi payah. Sebab, ia mengerahkan seluruh potensi yang dimiliki untuk menggapainya. Maka, istri dan keluarga yang seharusnya menyejukkan pandangan dan menenangkan pikiran pun dianggap sebagai pengganggu dan pemicu payahnya, ketika mereka hadir di saat yang tidak tepat sehingga mengganggu usaha pengejaran dunia yang dilakukannya itu.
Ia payah, dan bertambah payahnya ketika usahanya tidak berhasil. Kemudian, dengan sporadis menyalahkan berbagai pihak yang dituduhnya sebagai biang kegagalan. Payah. Lelah. Selamanya.
Penyesalan Tanpa Akhir
Sesalnya berkepanjangan ketika dunia lepas dari genggamannya. Sesalnya tak berhenti sebab ambisinya meninggi gunung dan meluas samudra. Pikirannya hanya dunia, kebahagiaannya-padahal semu-hanya saat mendapatkannya, dan susah-payahnya tatkala dunia terlepas dari tangannya.
Sebab utama dari tiga penderitaan ini, adalah karakter dunia yang sesungguhnya. Bahwa dunia akan membuat pemburunya tak pernah merasa puas. Bahkan Nabi pernah mengingatkan, jika seseorang miliki satu lembah dunia, maka ia akan mengejarnya hingga mendapatkan dua, tiga, empat lembah, bahkan lebih banyak lagi.
Semoga Allah Ta’ala lindungi kita dari fitnah dunia. Aamiin. [Pirman]