Teladan Keikhlasan Tiada Banding

0
Teladan Keikhlasan @burjo.wordpress

Dalam sebuah majlis yang rutin dipimpinnya, laki-laki shalih yang takmuda ini menangis sesenggukan setelah membaca satu hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di pelupuk hati, pikiran, dan pandangannya tergambar dengan jelas bagaimana indahnya suara Nabi dan kedalaman makna ucapan sang manusia teladan itu.

Gumulan rasa haru itu memuncak hingga melahirkan tangis. Cucuran air mata berpadu apik dengan suara pilu nan menyayat hati orang-orang beriman yang mendengarnya. Terisak hingga menjalar ke nurani bening para pendengarnya. Agak lama.

Beberapa saat kemudian, sang laki-laki yang bernama Muhamamd bin Wasi’ ini membangkitkan tundukan pandangannya. Mengusap bulir yang menetes seraya membenarkan posisi duduk dan ekspresi wajahnya. Katanya seketika itu juga, “Sungguh, sakit flu itu terasa berat bagi orang tua.”

Sang imam tidak berbohong. Beliau menyampaikan kalimat kebenaran untuk menutupi tangis haru atas nama rindunya kepada sang Nabi. Beliau menyembunyikan kerinduannya sebab tak mau disebut sombong di hadapan khalayak ramai. Padahal, beliau amat layak menggapai derajat para shalihin yang mudah meneteskan air matanya saat rindu kepada manusia paling mulia di alam ini.

Maka ucapan benar itu, sejatinya tidak berkorelasi dengan kerinduan yang menerbitkan tangis harunya. Tapi, orang-orang akan berpikir logis, “Sang imam menangis karena tengah dilanda sakit flu yang berat.”

Padahal, kalimat sang imam adalah kebenaran lain yang dimaklumi bahwa sakit flu memang terasa berat, bukan saja bagi orang tua tapi bagi orang-orang muda sekalipun.

Sungguh, ini adalah kemuliaan yang akan senantiasa agung dipelajari hingga akhir zaman. Amat berbeda dengan zaman akhir yang penuh dengan kepura-puraan. Amat banyak orang yang terlihat shalih dan bagus ilmunya, padahal kualitas dirinya hanyalah pencitraan karena menginginkan sesuatu di baliknya.

Sebenarnya, pura-pura menangis memang tidak dilarang jika diniatkan sebagai awalan untuk bersungguh-sungguh menangis saat menadabburi Firman Allah Ta’ala atau sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yang menjadi masalah adalah menunjukkan keshalihan karena motif duniawi berupa keterkenalan, digandrungi banyak manusia, hingga niat menjual agama Allah Ta’ala dengan recehan duniawi yang tiada makna.

Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang ikhlas. Beramal hanya karena-Nya. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaTiga Tanda Kesempurnaan Amal
Artikel berikutnyaDari Tiga Mujahid Ini, Siapa yang Disebut Fi Sabilillah?