Terdapat daging di dalam tubuh manusia. Andai daging itu bagus, maka bagus pula anggota badan yang lain. Dan jika daging itu buruk, penuh noda, kotor, rusak dan sakit, maka rusak dan buruk pula anggota badan yang lainnya. Daging itu bernama hati.
Rajin-rajinlah memeriksakan hati sebagaimana rajinnya kita memeriksakan fisik. Senantiasalah memerhatikan kondisi hati, seperti perhatian kita pada kesehatan fisik. Jika fisik yang sakit saja mampu membuat kita khawatir, sungguh lebih layak lagi ketakutan tatkala hati menderita sakit.
Sayangnya, banyak yang tidak mengetahui apakah hatinya sehat, sakit, atau bahkan sudah mati. Banyak orang yang memahami ciri sakitnya fisik, tapi amat sedikit orang yang mengetahui atau mempelajari bagaimana tanda-tanda hati yang bermasalah.
Oleh karena itu, kita harus berterima kasih kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Beliaulah laki-laki yang dijuluki imam dari para tabib hati. Beliaulah utusan Allah Ta’ala yang mengajarkan kepada kita ciri-ciri penyakit hati dan terapi pengobatannya.
Kita juga harus berterima kasih kepada para ulama yang telah mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk menafsirkan resep Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam terkait penyakit hati. Salah satunya ialah Imam Ibnul Jauzi. Beliau merupakan satu di antara sekian banyak tabib hati di kalangan kaum Muslimin.
Di dalam Shaid Khatir, Imam Ibnul Jauzi menjelaskan, “Tidak menyadari hukuman yang sedang ditimpakan kepada kita merupakan sebuah bentuk hukuman yang besar. Namun hukuman yang lebih besar lagi adalah membanggakan sesuatu yang sejatinya merupakan hukuman.”
“Seperti membanggakan harta haram dan perbuatan terlarang. Orang yang seperti ini tidak akan pernah bisa melakukan ketaatan.” pungkas sang Imam.
Mari lakukan muhasabah jiwa. Merenung. Bertanya kepada diri sendiri. Arahkan kepada hati kita.
Periksalah dengan cermat, adakah hukuman dari Allah Ta’ala yang tidak kita sadari? Adakah hukuman-hukuman itu justru kita anggap sebagai nikmat, padahal di belakangnya ada peluang bahaya yang besar? Ataukah kita justru membangga-banggakan apa yang kita miliki, padahal hal itu merupakan hukuman dari Allah Ta’ala?
Pasalnya, ada banyak kaum Muslimin yang justru mmebanggakan dosa yang pernah mereka lakukan. Banyak yang secara sadar melakukan dosa, kemudian memamerkannya di hadapan publik. Semakin parah saat mereka berkilah ketika diingatkan, “Gak apa-apa jika memang ini berdosa.”
Astahgfirullahal ‘azhiim.
Wallahu a’lam [Pirman/Kisahikmah]
*Pesan buku Shaidul Khatir tulisan Imam Ibnul Jauzi di 085691479667