Sepenggal Epsiode Haru bersama Habieb Rizieq Syihab

0
@plus.google

Tegas amatlah berbeda dengan kasar. Jika tegas adalah sikap terpuji, kasar memiliki konotasi negatif. Tegas ketika melihat keburukan adalah baik. Tetapi bersikap kasar dalam bertindak bukanlah anjuran Islam yang mulia.

Sosok Habieb Rizieq Syihab sang pimpinan Front Pembela Islam, barangkali sudah akrab dalam pendengaran kita, kaum Muslimin dan warga negeri ini. Sayangnya, pemahaman terhadap beliau sering berat sebelah. Sebab menjadi pucuk pimpinan organisasi masyarakat yang kerap terjun langsung jika ada kemungkaran ini, beliau sering diidentikkan dengan kasar.

Padahal, jika melihat lebih dekat dan menyertainya dalam keseharian, tidak selalu ada kesan demikian. Bahkan, ada kesan lembut yang amat jarang diangkat oleh media arus utama negeri ini.

Dalam sebuah kesempatan dakwah bersama Kiyai Haji Muhammad Arifin Ilham, sosok yang suka berpakaian serbaputih ini pernah berpesan, “Antum yang menanam padinya. Biar Habieb yang mengurusi tikusnya.”

Itulah jalan dakwah yang beliau pilih. Meski, ada banyak catatan dan memang tak ada yang sempurna. Pasalnya memang, kekurangan tersebut menjadi banyak dan melimpah saat dibumbui drama oleh pewarta yang tidak pro dengan Islam di negeri ini.

Frasa ‘mengurusi tikus’ sejatinya merupakan tafsir dari makna dakwah ‘nahi munkar’. Menyingkirkan keburukan. Sebagaimana menanam padi, begitu pula dakwah. Ada kegiatan perintahkan kepada kebaikan, ada pula anjuran untuk mencegah keburukan; ada masanya menanam padi, ada waktunya pula menghalau dan mengusir hama.

Terkait kesan terhadap sosok pimpinan ormas yang bermarkas di Petamburan Jakarta Selatan ini, Ustadz Abrar Rifai yang dipertemukan oleh Allah Ta’ala kepada beliau di momen mudik Idul Fithri dua pekan lalu ini bertutur, “Masya Allah, mungkin banyak orang yang tidak setuju dengan jalan yang ditempuh Habieb Rizieq dalam membela Islam, selain tentunya banyak juga yang mendukungnya.”

“Tetapi,” lanjutnya dalam sebuah status media sosial, “yang pasti, saya amat merasa, pada diri beliau ada daya yang membuat orang yang bertemu, berbincang dan menatatap wajahnya segera mengingat Allah Ta’ala.”

Bukankah Nabi pernah mengatakan, sahabat yang baik adalah sosok yang jika dipandang membuat kita sertamerta mengingat Allah Ta’ala?

Tegas Ustadz Abrar melanjutkan, “Saya serius merasakan itu.” Detailnya sampaikan pengakuan, “Sejak tadi, secara tak sengaja bertemu beliau di Bandara Halim Perdana Kusuma. Ternyata, saya satu pesawat dengan beliau hingga mendarat di Palembang.”

Sesampainya di Kota Palembang, “Beliau disambut para muhibbin. Saya terus menatap beliau hingga tubuhnya hilang di balik pintu mobil yang menjemputnya.”

Pungkasnya sampaikan kesan amat mendalam, “Dada saya terus bergetar.” [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaPemimpin Dunia yang Tetap Mencium Kaki Ibunya
Artikel berikutnyaKado bagi Si Homo; Kemaluannya Patah!