Kita harus mengakui, kaum Muslimin secara komunitas kalah dengan kaum lain. Padahal, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menisbatkan bahwa kaum Muslimin adalah umat terbaik yang diutus kepada umat manusia seluruhnya.
Kita kalah telak di hampir seluruh bidang kehidupan, kecuali keimanan kepada Allah Ta’ala. Kita kalah di bidang ekonomi, persatuan dan kesatuan, militer, dan lain sebagainya.
Mengapa demikian?
Pertama, kita harus mengakui bahwa kita kalah bersemangat mengupayakan materi dibanding umat lain. Saat mereka bergerak di berbagai sektor untuk menguasai perekonomian, kaum Muslimin masih sibuk dengan perdebatan ‘harus kaya’ dan ‘anti kaya’.
Saat mereka tengah menguasai bidang militer bahkan sampai ke angkasa, kaum Muslimin masih sibuk dengan diskusi ‘qunut itu sunnah’ versus ‘qunut itu bid’ah’.
Ini tak ubahnya suami dan istri yang berdebat mau masak apa, sementara musuh sudah mengepung rumah mereka. Bahkan musuh-musuh itu sudah masuk ke dalam rumahnya.
Kedua, kita salah memahami konsep dunia sebagai tempat singgah. Akhirnya, kita hanya melewati asal-asalan tanpa memperhatikan peran Khalifah yang diamanahkan kepada kita. Akhirnya, hidup kita tidak jelas karena ‘hanya lewat’. Jika hanya lewat, buat apa menguasai jalan?
Padahal, kita ditugaskan untuk berdakwah dan memakmurkan bumi serta mengajak sebanyak mungkin umat manusia untuk beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ketiga, hendaknya kita memahami hikmah di balik konsep jatah yang diberikan kepada kaum Muslimin.
“Sedikitnya jatah (rezeki) seorang mukmin (di dunia),” tulis Imam Ibnul Jauzi menyampaikan nasihat di dalam Shaidul Khatir, “memang dimaksudkan untuk mendorongnya mencari beraneka rupa pahala.”
Mengapa kita miskin? Bisa jadi kita akan menjadi kafir jika dilimpahi harta. Kita akan lupa dari berjamaah di masjid, bersedekah, tersenyum dan ramah kepada sesama, berlaku sombong, dan tindak kemaksiatan lain saat dilimpahi dunia.
Karenanya, manfaatkan sedikitnya jatah untuk menggapai sebanyak mungkin pahala. Agar kita sibuk berdakwah, ibadah, dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Agar kita senantiasa menyempatkan diri memenuhi hak-hak sesama Muslim sebab tak ada alasan sibuk dengan perdagangan.
Maka akan sangat menyedihkan jika seorang Muslim tak sibuk beribadah, padahal sedikit pula jatah rezekinya di dunia ini. Na’udzubillahi min dzalik.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]