Menjadi relawan adalah impian gadis berjilbab rapat kelahiran Bogor Jawa Barat ini. Di usianya yang belum genap dua puluh empat tahun, sosok murah senyum ini berbagi pengalaman tentang perjuangannya menghadapi ketakutan terhadap Islam di negeri Panser, Jerman.
Gadis yang sudah melahirkan dua karya dalam bentuk buku ini memulai debutnya sebagai relawan di Dunningen, Jerman bagian selatan. Sosok yang antusias mempelajari ihwal anak-anak difabel ini mendapatkan amanah mengurus sembilan anak di sebuah rumah yang disebut homestay.
Di antara karakter masyarakat Jerman yang berbeda dengan kultur di Indonesia, berdasarkan penuturan pemilik akun twitter @nadhiraarini ini, orang Jerman terbiasa dengan sikap terbuka. Ia pun kerap mengalami kebingungan ketika salah satu anak yang diurusnya berkeluh kesah.
“Nadhira,” keluh salah satu anak difabel itu, “teman saya yang menderita penyakit serupa dengan saya meninggal di usia enam belas tahun.” Lanjutnya membuat gadis shalihah ini terdiam, “Sekarang, umur saya empat belas tahun. Dua tahun lagi saya akan meninggal dunia.”
Persoalan lain yang harus dihadapi adalah kecurigaan masyarakat sekitar karena kampanye anti-Islam yang memang mengemuka. “Saya,” akunya sebagaimana dimuat dalam Dialog Jumat Republika (22/1), “diminta melepas kerudung. Saya juga diminta tidak usah mendirikan shalat.”
Beruntung, karena mendapatkan bekal Islam yang cukup dari keluarga dan lingkungannya semasa di Indonesia, ia mampu menepis anggapan buruk masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Dia menampilkan wajah Islam yang santun, baik, dan prestatif.
“Saya jelaskan,” lanjutnya menuturkan, “untuk urusan kerudung adalah kewajiban saya sebagai Muslimah. Sedangkan shalat, tidak memakan waktu lama. Dan itu bisa dikondisikan.” Seiring berjalannya waktu dan masyarakat melihat perangai mengagumkan dari sosok Muslimah ini, mereka pun bisa menerima dengan baik.
Sebagai rangkaian curiga yang didapati di Dunningen itu, gadis bernama lengkap Nadhira Arini ini menuturkan, “Banyak yang memandang sinis. Bahkan, duduk di samping saya saja tidak ada yang mau.”
Sebagai bentuk komitmennya terhadap Islam, Muslimah yang pada 26 Maret 2016 esok genap berusia 24 tahun ini juga menyampaikan kepada penanggungjawab tempat tinggalnya agar tidak menyediakan daging babi dan alkohol.
Atas doa dan kerja kerasnya, Dhira diberi nikmat menjajaki pengalaman lain. Di daerah Hannover Jerman bagian utara. Ia bisa lebih leluasa berIslam karena di daerah tersebut sudah banyak dihuni warga negara asal Turki.
Sebuah pengalaman yang mengagumkan. Perjuangan yang tak mudah.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]