Ada dua hal yang jika bisa dipadukan dalam hati seorang hamba, insya Allah baginya apa yang diharapkan dan rasa aman atas segala jenis ancaman ketakutan. Dua hal ini adalah amalan hati yang saling melengkapi, dan tak bisa dihilangkan salah satunya.
Apakah dua hal itu?
Disebutkan oleh al-Hafizh Abu Bakar al-Bazzar. Beliau meriwayatkan dari Anas bin Malik. Tersebutlah seorang lelaki Anshar yang sedang sakit. Kemudian, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bergegas ke rumahnya, untuk menjenguk.
Belum tiba di rumah sahabat yang sakit, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam justru menjumpainya di pasar. Maka, Nabi yang mulia pun menegurnya seraya berkata, “Bagaimana keadaanmu, hai Fulan?”
“Baik, ya Rasulullah.” Lanjutnya menerangkan, “Aku berharap kepada Allah Ta’ala dan takut akan dosa-dosa yang aku lakukan.”
Merespon perkataan sahabatnya itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak berpadu dua hal itu (harap kepada Allah Ta’ala dan takut (untuk melakukan) dosa) pada hati seorang hamba dalam keadaan seperti itu, melainkan Allah Ta’la akan memberikan apa yang diharapkan dan memberikan rasa aman dari yang menakutkannya.”
Harapan adalah bahan bakar agar seorang hamba senantiasa optimis dalam menjalani hidup. Harapan bahwa Allah Ta’ala akan memberikan terbaik kepadanya, harapan bahwa Allah Ta’ala akan memudahkannya dalam menjalankan amal shaleh, harapan bahwa ia berhak mewarisi surga.
Harapan-harapan itulah yang membuat hidup terasa terang, meski dunia semakin brutal lantaran keburukan akhlak sebagian penghuninya; bahwa ada harapan bagi seorang hamba agar senantiasa bersabar dan mengadakan perbaikan bagi sekitar.
Harapan-harapan ini tidak boleh berlebihan, sebab itu harus diiringi dengan perasaan takut. Takut bahwa ia berada dalam salah, sehingga bersegera melakukan perbaikan. Takut jika niat melenceng, sehingga ia bergegas meminta ampun dan melakukan muhasabah atas amal yang dia lakukan.
Perasaan takut ini pula yang membuat seseorang tidak tinggi hati. Sebab sebaik apa pun amal yang dilakukan, tak ada satu pun yang menjamin bahwa amal itu akan diterima oleh Allah Ta’ala.
Mari merenungi hadits mulia yang dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya ini. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah. [Pirman]