Di antara peringatan keras yang Allah Ta’ala sampaikan kepada Bani Israil adalah agar mereka tidak menukar ajaran-ajaran, ayat-ayat, ataupun ilmu-ilmu Allah Ta’ala dengan nilai yang sedikit.
Para mufassirin menjelaskan, yang dimaksud adalah jangan sampai kaum Bani Israil, dan perintah ini ditujukan juga kepada kaum muslimin, agar tidak menukar iman kepada Allah Ta’ala dengan dunia dan segala isinya yang menggiurkan, namun kecil nilainya. Termasuk dalam hal ini adalah tidak berorientasi terhadap balasan dunia berupa uang, maupun bentuk balasan lainnya.
Sebab, balasan yang disediakan di sisi Allah Ta’ala adalah surga yang lebih luas dari langit dan bumi, penuh kenikmatan dan merupakan tempat istirahat terbaik.
Selain itu, ketika orientasi menyampaikan ilmu adalah upah duniawi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah sampaikan peringatan yang keras terkait hal ini, “Barang siapa mempelajari suatu ilmu yang semestinya dicari untuk mendapatkan Ridha Allah,”
Namun, “Ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kemewahan dunia,” maka balasan yang akan didapatkan oleh orang ini sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imam Abu Dawud dari Abu Hurairah, “Ia tidak akan mencium bau surga pada Hari Kiamat.”
Betapa ngerinya balasan yang akan mereka dapatkan sebab berorientasi dunia. Betapa sedihnya kesudahan mereka. Ketika waktu yang dikurniakan habis untuk mencari ilmu, namun niatnya bergeser sehingga amat mengharapkan dunia saat mengajarkan atau menyampaikannya.
Karenanya, mereka yang mengajarkan ilmu semestinya mendapatkan gaji yang cukup dari Baitul Maal kaum muslimin, sehingga nafkah untuk keluarganya terjamin.
Tulis Ibnu Katsir mengutip pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad menjelaskan hadits ini, “Jika tidak mendapatkan suatu apa pun dari dari pengajarannya, dan hal itu (mengajar) menghalanginya dari mencari penghasilan, maka pengajaran tersebut tidak menjadi fardhu ‘ain baginya, sehingga ia dibolehkan mengambil upah darinya.”
Dengan demikian, yang terlarang adalah mengambil keuntungan duniawi yang disengaja oleh seorang pengajar yang telah mendapatkan upah dari Baitul Maal, kemudian ia mewajibkan sejumlah upah kepada murid atau orang tua yang diajarnya. Dan, ketika mereka tak mampu, pengajar itu tetap memaksa agar mendapatkan sejumlah uang.
Hadits ini menunjukkan betapa mulianya Islam dalam memperlakukan para penuntut ilmu. Bahwa mendapatkan kemudahan adalah hak yang seharusnya mereka terima, bukan sebaliknya. [Pirman]