Ada orang-orang yang tidak mendapatkan pahala meski ia sibuk beramal. Sebabnya bisa karena tidak ikhlas, melakukan amal yang tidak disunnahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, atau melakukan perbuatan-perbuatan yang menghapuskan pahala amal; secara sengaja atau tidak.
Sebaliknya, ada orang yang berhenti melakukan amal karena suatu sebab, tapi baginya tetap tertulis pahala atas amal yang biasa dikerjakan. Siapakah mereka? Betapa bahagianya orang yang berhak mendapatkan keutamaan ini.
“Setiap amalan pasti disegel,” sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya.
“Apabila seorang mukmin sakit,” lanjut Nabi menyampaikan, “malaikat berkata kepada Allah, ‘Wahai Tuhan kami, hamba-Mu, si Fulan, telah Kautahan dari melakukan amal.”
Maka Allah Ta’ala berfirman sebagaimana diriwayatkan pula oleh Imam ath-Thabrani dalam kitab al-Kabir, “Berilah segel baginya seperti amalan yang biasa ia lakukan, hingga dia sembuh atau meninggal dunia karena sakitnya.”
Berbahagialah orang-orang beriman yang membiasakan diri melakukan amal shaleh. Sebab saat sakit dan terhalang dari amalan tersebut, mereka akan senantiasa mendapatkan bagian pahalanya. Dan, inilah di antara bentuk Maha Pengasih dan Penyayangnya Allah Ta’la kepada hamba-hamba-Nya.
Dari jalur lain, Imam Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan hadits serupa yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar. “Jika seorang hamba berada di jalan ibadah,” sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “kemudian dia sakit, maka dikatakan kepada malaikat yang ditugaskan untuk mencatat amalnya, ‘Catatlah untuknya pahala seperti pahala amalnya semasa sehat.”
Yang dimaksud dengan ‘berada di jalan ibadah’ adalah sang hamba terbiasa melakukan amalan-amalan tertentu (yang disyariatkan dan disunnahkan) hingga menjadi kebiasaan dan kenikmatan serta kebutuhannya saban waktu.
Segala puji bagi Allah Ta’ala. Bahkan dalam sakit yang sebagian sebabnya ditimbulkan oleh diri sendiri yang zalim, Allah Ta’ala akan sediakan pahala yang banyak dan ganjaran yang agung.
Maka bagi orang mukmin, sakit adalah peluang untuk mendapatkan ampunan atas dosa yang dilakukan; sedangkan sehat adalah sarana untuk memperbanyak dan memperbaiki amal seraya meninggikan derajat di sisi-Nya. [Pirman]