Jangan berpikir bahwa orang-orang kerdil adalah mereka yang tak pernah beranjak dari rumah, kampung, atau komunitasnya. Bisajadi, mereka adalah orang yang paling sibuk di sepanjang waktunya. Mulai pagi hingga sore, sepanjang siang sampai malam. Saban hari tiap pekan. Hingga berbilang bulan dan tahun. Seumur hidupnya.
Mereka bekerja di instansinya setiap hari. Mereka beranjak ke lokasi kerja ketika mentari belum bertugas. Pagi-pagi buta. Bergegas tepat setelah jamaah Subuh berhamburan pulang. Bahkan, banyak di antaranya yang buru-buru menuju kantor sebelum Subuh menyapa kaum Muslimin.
Sedihnya, ada pula yang sampai tak sempat mendirikan dua rakaat mulia di kala fajar itu. Meskipun, jika ditilik, kartu identitasnya adalah Islam.
Sesampainya di lokasi kerja, mereka gigih dalam melakukan setiap amanah yang diberikan. Dikerjakan di awal waktu dengan kemampuan terbaik. Karenanya, mereka pun mendapatkan penghasilan yang memuaskan. Sore hari, mereka bergegas pulang. Dengan segenap pernak pernik di jalan yang dilalui.
Terus seperti itu hingga akhir pekan menyapa.
Di akhir pekan, mereka tak sempat menganggur. Berbagai agenda telah direncanakan dengan baik; nonton bareng film teranyar, mencoba berbagai kuliner akrab di lidah, melancong ke berbagai objek yang mereka ingini, dan bejibun aktivitas lainnya.
Semua agenda itu terencana dengan amat cermat, lengkap dengan objek yang hendak dituju, biaya, dan berbagai hal yang diperlukan lainnya.
Sayangnya, mereka menjalani kegiatan ini hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Kesibukannya tak jauh dari memuaskan nafsu fisik yang berputar pada soalan perut, dan farjinya. Tak jauh dari itu. Alhasil, lantaran sangat sibuknya, mereka benar-benar tidak sedikit pun menaruh perhatian kepada masyarakatnya. Bahkan, mereka juga bersikap acuh kepada keluarga dan orang-orang yang telah banyak berjasa dalam kehidupannya.
Maka, bisajadi, orang-orang kerdil itu justru lebih sering berjalan ke banyak tempat. Namun, kemanfaatannya tidak bisa dirasakan oleh orang lain; di zaman ia hidup, atau zaman sesudahnya. Alhasil, ketika mati, tiada lagi yang mengenal namanya. Keluarganya hanya bersedih tujuh hari sepeninggalnya, lalu kembali melakukan banyak aktivitas tanpa ingatan kepadanya yang pergi lebih dulu.
Inilah orang-orang yang kerdil. Kerdil amalnya. Kerdil manfaatnya. Sebabnya, mereka hanya hidup untuk dirinya sendiri. Persis seperti perkataan Sayyid Quthb, “Orang yang hidup untuk dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil, dan mati pun sebagai orang kerdil. Akan tetapi, orang yang hidup untuk orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar.”
Makna inilah pula yang menjadi tafsir atas sabda Nabi Muhammad, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling banyak manfaatnya untuk umat manusia.” [Pirman/Kisahikmah]