Laki-laki ini hanya menunduk ketika mengetahui pacarnya hamil. Entahlah, antara ingat dan linglung, dia benar-benar lupa, kapankah ia melakukan perbuatan durjana itu. Tapi, bukti kehamilan sang pacar tak bisa dihindari. Positif.
Setelah perbuatan durjananya tercium oleh keluarga si pacar, kakak laki-lakinya pun meradang. Sepenuh emosi, si kakak mendatangi laki-laki yang sembarangan membuang ‘kotorannya’ itu. Lepas dipukuli, ditendangi, dan dihajar sepenuh emosi seraya meminta pertanggungjawaban, si laki-laki berkilah enteng, “Siapa dia? Aku tak mengenal gadis itu!”
Sebab tak punya bukti, pihak wanita pun tak melanjutkan perkara. Si laki-laki pindah ke kota lain seraya melanjutkan karirnya selepas lulus kuliah. Atas kerja kerasnya, si laki-laki berhasil menggapai kehidupan dunia yang membanggakan. Lantaran mampu, ia pun bisa menghidupi ibu dan adiknya dalam satu rumah.
Hari berlalu, bulan berbilang, tahun pun berganti. Hingga sampailah di suatu siang, si laki-laki pulang dari kantor. Kaget, ibunya dalam keadaan pingsan. Bangun sejenak, lalu pingsan lagi. Terus seperti itu. Dengan sisa-sisa tenaganya, si ibu berkata amat lirih penuh kesedihan, “Adikmu dihamili oleh tetangga.”
Tanpa jeda, si laki-laki pun mendatangi rumah tetangga laknat yang berani-beraninya menghamili adiknya itu. Sampai di rumahnya, tanpa permisi apalagi salam, si laki-laki langsung memukuli, menendang, dan menghajar tetangganya itu. Sepenuh emosi.
Beberapa saat setelahnya, ketika laki-laki ini kehabisan tenaga dan meminta keterangan darinya, si tetangga dengan santai berucap, “Siapa dia? Aku tak mengenal gadis itu!”
Sekonyong-konyong, si laki-laki teringat pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Dan ucapan yang disampaikan oleh tetangganya itu sama persis dengan kalimat yang dia sampaikan kepada kakak dari gadis yang dihamilinya.
Si laki-laki pun menunduk. Lalu pulang dalam keadaan lunglai. Kala itu, ia mengingat Allah Ta’ala dan mengucap istighfar. Meminta ampun atas dosa saat nasi telah membubur.
Beberapa masa selepas itu, si laki-laki pun menikah. Dia hidup bahagia dengan istri dan anak gadisnya. Namun, kebahagiaannya itu lenyap seketika pada suatu siang.
Pulang kerja, si laki-laki menikmati santap siang. Santai. Tak berselang lama, istrinya berlari dari luar rumah. Tergopoh. Katanya berurai air mata, “Anak kita dihamili oleh tetangga.”
Deg! Makan pun berhenti seketika. Diletakkanlah seluruh perlengkapan santap siang. Dan si lelaki menunduk dalam hening seraya meminta ampun kepada Allah Ta’ala. “Ya Allah,” katanya mengiba, “cukup sudah. Aku akui semua salahku. Ampuni semua dosa-dosaku dan dosa keluargaku.”
Sahabat, kisah ini nyata. Juru kisah tidak menyebutkan namanya. Dia mengakuinya agar semakin banyak orang yang bertaubat dari dosa zina. Bahwa akibat zina itu diwariskan; tidaklah seseorang berbuat zina, kecuali ada keluarga dari nasabnya yang akan dizinai.
Astaghfirullah…[Pirman/Kisahikmah]