Lanjutan dari Nasihat Kematian yang Mecengangkan
Sama dengan kematian si istri dari imam sekaligus khatib masjid yang sehari-hari menjadi penjaja koran, ayah dari teman istri mengajar ini dijemput Izrail setelah didahului sakit. Sakit bukan sebab meninggal. Sebab ada begitu banyak orang sakit yang sembuh. Banyak pula orang yang meninggal tanpa didahului sakit.
Berdasarkan info medis, sakit sang ayah ini berupa penyempitan tulang belakang dan masalah serius di paru-paru. Sakit paling parah dialami sekitar tiga bulan terakhir, tapi sempat sembuh.
“Paling parah sepekan lalu, Pak, Bu. Sampai-sampai masjid sepi. Beliau ini sehari-hari adzan dan mengurusi ihwal kebersihan masjid.” tutur sang menantu almarhum. Diselipi duka dan pedih.
Kami mengangguk. Menunjukkan empati sedih. Bukan mudah saat ayah meninggal. Saya menyaksikannya pada diri istri. Tatkala ayah kandungnya (bapak mertua saya) meninggal dunia, sepanjang perjalanan dia menangis. Kenangan sejak kecil dengan si ayah terbayang. Semua kesan dan kebaikan sang ayah berputar-putar dahsyat di pikiran dan hati.
Tutur istri saya kala itu, “Tiada lagi bahu untuk bersandar. Bahu Papah amatlah kuat dan belum tergantikan.”
Duh, sejatinya itu pekerjaan rumah yang kudu saya kerjakan. Sebab setelah ayah mertua tiada, saya yang harus bertanggungjawab terhadap Allah Ta’ala atas kehidupan istri saya.
Lepas shalat Jum’at, kami berbincang sejenak dengan anak almarhum. Banyak yang kami perbincangkan sampai akhirnya, waktu jualah yang menuntut agar kami berpisah untuk bertemu kembali, insya Allah di kemudian hari.
Sesampainya di rumah, kami menerima kabar kematian ketiga. Seorang ustadz mengirimkan kisah pedih terkait wafatnya seorang Muslimah. Pedih sekaligus membuat kami terharu. Sang Muslimah shalihah itu wafat sebagai sosok yang mendapatkan ridha dari suaminya.
Di akhir tulisan, ustadz yang menuturkan kisah itu mengutip nasihat kematian dari seorang ulama asal Saudi Arabia. Tatkala mencermati nasihat sang ulama, saya tak kuasa berkata banyak-banyak. Hanya termenung, lantas mengiyakan betapa nasihat itu benar adanya. Betapa nasihat itu lahir dari pribadi yang takut kepada Allah Ta’ala.
“Boleh jadi Anda memakai arloji, ternyata yang melepasnya dari Anda adalah ahli waris Anda..
Boleh jadi Anda menutup pintu mobil, ternyata yang membukanya adalah petugas ambulan..
Boleh jadi Anda menutup kancing baju, ternyata yang membukanya adalah orang yang memandikan jenazah Anda..
Boleh jadi Anda memejamkan mata Anda untuk tidur di kamar Anda, ternyata mata itu tidak terbuka lagi kecuali di hadapan Allah Penguasa langit dan bumi (pada) hari kiamat..
Perhatikanlah, untuk apa kita pakai dan habiskan waktu kita dan dengan apa akan ditutup akhir umur kita?
Ya Allah, bangunkan kami dari kelalaian!”
Nasihat itu dikutip dari perkataan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
Rabbanaa, ampuni segala kesalahan dan kekeliruan kami. Wafatkan kami dalam husnul khatimah. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]