Menyikapi Artis Lepas Jilbab

0
ilustrasi @Deseret News National

Nama artis dan komedian Rina Nose tiba-tiba menjadi trending topic dunia maya. Bukan karena karya barunya dalam dunia entertainment, tetapi karena keputusannya untuk menanggalkan hijab yang digunakan setahun terakhir. Ia merasa ragu terhadap agama Islam yang dianutnya.

Tentu saja keputusan ini sangat mengejutkan netizen dan menimbulkan spekulasi liar di masyarakat. Mulai dari dugaan pindah keyakinan hingga pilihan menjadi seorang atheis.

Kegoyahan akidah. Mungkin itu  yang paling tepat menggambarkan kondisi yang dialami komedian cantik tersebut. Jangan ditanya hujatan yang diterimanya, mulai dari anak baru gede  labil hingga ibu-ibu setengah abad, semuanya beramai-ramai menghakimi keputusan wanita Sunda tersebut.

Hujatan yang menambah berlipat-lipat kemudharatan, yang dosanya seenaknya saja mereka limpahkan kepada diri Rina Nose. Hujatan yang sebenarnya perwakilan nafsu kebencian yang dibungkus dalil-dalil dan mengatasnamakan kebenaran.

Sebenarnya Rina tidak salah. Karena keputusan atas keyakinan merupakan haknya. Bahkan jika pindah agama pun, itu merupakan haknya yang dilindungi undang-undang. Dan di luar sana, mungkin masih banyak Rina-Rina lainnya, yang berpikir sama, mengalami gejolak yang sama, tapi tidak berani mengekspresikannya seperti yang dilakukan presenter dangdut itu.

Apa yang dialami Rina tidak di buat-buat. Bagaimana seseorang bisa menjadi liberal, agnostik, hingga murtad yang dimulai dengan gejolak batin dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak mendapat jawaban.

Indonesia memang negara mayoritas Muslim, tapi berapa banyak anak-anak yang mendapat pendidikan agama secara utuh?  Maka beruntunglah mereka yang dididik akidahnya dengan baik sehingga membentuk iman yang kokoh dalam dirinya.

Lalu bagaimana dengan anak-anak yang hanya mengandalkan  pelajaran agama selama  dua jam dalam seminggu? Kemudian mereka ‘hanya’ didoktrin dengan cerita neraka, azab dan siksa hingga setelah dewasa mulai mencari kebenaran sendiri hanya dengan mengedepankan pemikiran kritis dan logika?

Tidak bisa dipungkiri, teknologi dan informasi juga turut mempermudah pencucian otak mereka. Dengan mudahnya mereka mendapatkan buku-buku kiri di mana pun, tetapi justru sulit mendapatkan kitab-kitab yang lurus.

Belum lagi organisasi-organisasi liberal yang dengan dana luar biasa dan sangat mudah bagi mereka menyelenggarakan workshop, seminar, diskusi terbuka, hingga penerbitan tulisan sepilis (sekuler, pluralis, liberal, dan atheis) di mana-mana hingga pada akhirnya memunculkan prinsip beragama dengan logika.

Penyakit akut yang menyerang akidah ini sudah terjangkit dan menular di mana-mana. Menyebar di kalangan remaja Muslim hingga dewasa. Penyakit yang dibungkus dengan kata cinta damai, anti anarkis dan pancasilais. Di kasus Rina Nose, rastusan ribu penghujat dan pembully yang menyerangnya telah sukses menjadi bahan pembenaran atas apa yang telah dilakukan dan diaminkan oleh teman-teman yang seide dengannya.

Lalu apa yang bisa kita lakukan dengan fenomena ini?

Sungguh, hidayah adalah hak prerogatif Allah. Hal terbaik untuk Rina dan Rina-Rina lainnya adalah dengan doa.

Tetapi sebagai orang tua, tentu pendidikan akidah adalah hal yang sangat penting sebagai antisipasinya.

Bagaimana kita menjelaskan bahwa agama bukan dengan logika. Agama mesti dibangun di atas dalil. Dalam meyakini suatu akidah dalam Islam mesti dengan dalil. Dalam menetapkan suatu amalan dan hukum pun dengan dalil. Karena akal manusia sangat terbatas tidak akan mampu mencapainya.

Ini dasar iman yang paling penting, yang harus dibangun semenjak dini. Bagaimana anak-anak kita dididik dengan doktrin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang menciptakan surga untuk tempat abadi manusia. Dan Allah bercerita tentang neraka karena kasih sayang dan rahmat-Nya kepada manusia.

Selebihnya adalah doa agar Allah selalu menjaga diri dan anak-anak kita dari segala kesesatan dan dari segala hal yang tidak di ridhai-Nya. [Masroh Haini-Peserta Belajar Menulis Online]

Artikel sebelumnyaAgar Tidak Terjerumus Dosa Ghibah
Artikel berikutnyaKesalahan Fatal Penulis Pemula