Namanya tidak asing lagi di pendengaran dan hati kaum Muslimin. Ialah sosok terbaik yang menggantikan posisi kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Laki-laki jangkung ini juga tercatat sebagai sosok sahabat sekaligus mertua Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Ia pernah berupaya untuk menjadi menantu Nabi dengan melamar Sayyidatina Fathimah az-Zahra. Sayangnya, lamarannya tidak diterima. Nabi berijtihad bahwa Sayyidina ‘Ali bin Thalib lebih cocok dalam banyak hal dengan putri kesayangannya.
Meski merupakan salah satu orang terhormat di suku Quraisy, Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu mampu menjaga diri dari berbagai kerusakan yang terjadi. Karena itu pula, Allah Ta’ala menjaganya hingga beliau tidak pernah meminum khamr, berzina, atau tindakan keji dan jahat lainnya.
Abu Bakar termasuk orang pertama dari kalangan laki-laki dewasa yang beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Dalam perjalanan dakwah, ayah Ummul Mukminin ‘Aisyah ini juga menjadi pemeran utama dalam peristiwa hijrah yang kita peringati setiap bulan Muharram. Beliau menemani Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam di Gua Tsur, tatkala bersembunyi dari kejaran kaum kafir musuh Islam.
Dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj, laki-laki ini juga menjadi yang terdepan dalam mempercayai. Katanya, “Apa pun yang disampaikan oleh Muhammad, maka aku pasti mempercayainya.” Pasalnya, Muhammad memang berjuluk al-Amin, yang terpercaya. Bahkan para musuh Islam menitipkan banyak barang kepadanya atas nama percaya dan yakin tidak akan dikhianati. Oleh karena kepercayaan yang jujur itu pula, laki-laki ini berhak mendapat julukan ash-Shiddiq. Sungguh, inilah gelar yang mulia.
Di antara teladan dari Abu Bakar ash-Shiddiq yang lain, ialah kebiasaannya yang terbilang aneh. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Imam al-Ghazali Rahimahullahu Ta’ala dalam Bidayatul Hidayah. Hujjatul Islam ini bertutur, “Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu pernah menyumbatkan kerikil kecil di mulutnya.”
Hal ini beliau lakukan untuk menjaga diri dari mengatakan yang sia-sia. Katanya menunjuk kepada lisan, “Benda inilah yang dapat menjerumuskan aku ke semua sumber bahaya. Oleh karena itu, jagalah dirimu seoptimal mungkin. Karena ia merupakan faktor terkuat yang akan mencelakakan engkau di dunia maupun akhirat.”
Sungguh jauh dengan kita. Ada yang tidak tahu bahayanya lisan. Sedangkan yang tahu pun tak bersungguh-sungguh menjaganya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
*Pesan buku Bidayatul Hidayah tulisan Imam al-Ghazali ke 085691548528