Mengapa Menuntut Ilmu setara Jihad? Berikut Penjelasan Ibnul Qayyim al-Jauziyah

0
Students of a religious school recite the Koran during Ramadan at a seminary in Islamabad September 2, 2008. Muslims around the world abstain from eating, drinking and conducting sexual relations from sunrise to sunset during Ramadan, the holiest month in the Islamic calendar. REUTERS/Faisal Mahmood (PAKISTAN)

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu, maka dia sedang berjuang di jalan Allah Ta’ala hingga kembali (pulang).” Hadits ini diriwayatkan secara hasan oleh Imam at-Tirmidzi.

Mengapa menuntut ilmu disetarakan dengan jihad di jalan Allah Ta’ala? Berikut penjelasan Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah.

Yang menjadi alasan mengapa menuntut ilmu disetarakan pahalanya dengan jihad, tutur Ibnul Qayyim dalam Miftah Dar as-Sa’adah sebagaimana dikutip Dr. Thal’at Muhammad ‘Afifi Salim, “Karena dengannya (ilmu) Islam dapat berdiri sebagaimana hal itu juga merupakan fungsi dari jihad.”

Pasalnya, Islam hanya tegak dengan dua hal; ilmu dan jihad di jalan Allah Ta’ala. “Oleh karenanya,” tulis Imam yang banyak menulis kitab ini, “jihad dibagi menjadi dua; jihad dengan tangan dan tombak yang diikuti oleh semua orang, dan jihad dengan argumen dan penjelasan yang hanya dilakukan oleh kalangan terbatas dari penerus para Utusan Allah yaitu ulama.”

Dalam keadaan tertentu yang mewajibkan terjunnya kaum Muslimin di medan jihad, maka semua orang wajib ikut serta. Baik sebagai pasukan, penyedia logistik, suplai makanan dan minuman, atau bagian lainnya. Semua kaum Muslimin harus ikut berperang, kecuali yang memiliki udzur syar’i.

Namun, tidak demikian dengan jihad ilmu. Jihad jenis ini hanya boleh diikuti oleh sosok-sosok yang memiliki ilmu, yaitu para penerus Nabi dari golongan ulama yang berilmu dan takut kepada Allah Ta’ala. Sebab, jika kaum Muslimin yang tidak memiliki ilmu turut serta dalam jihad ini, yang terjadi bukan kebaikan, tetapi kehancuran sebab menyampaikan sesuatu yang tidak diketahuinya.

Terang Ibnul Qayyim, “Jihad yang terakhir ini (dengan ilmu, argumen, dan penjelasan) lebih utama dari yang pertama (dengan tangan dan tombak) karena manfaat dan jerih payahnya yang lebih besar serta banyaknya onak dan duri yang menghalanginya.”

Jihad dengan tangan dan tombak hanya berlangsung beberapa masa. Dan akan berhenti jika musuh berhasil dibunuh. Namun, tidak demikian dengan perang pemikiran yang hanya bisa dilawan dengan ilmu. Ia akan terus berlangsung hingga akhir zaman dan bermetamorfosis ke dalam banyak bentuknya.

Maka, para ulama dan ‘alim harus berjibaku, bersinergi, bersatu padu, dan kerja sama dalam jihad ilmu ini. Mereka harus waspada dan menyeruak ke segenap lini kehidupan demi mencerahkan kaum Muslimin, dan mengeluarkan manusia dari gelapnya jahiliyah menuju cahaya Islam nan benderang.

Dan, semoga kita bisa ikut serta dalam barisan mujahid yang berjuang dengan ilmu. Meski, ilmu kita hanya satu ayat. Aamiin. [Pirman]

Artikel sebelumnyaMuslimah yang Pertama Kali Gunakan Peti Mati
Artikel berikutnyaDua Penghuni Neraka yang Belum Pernah Dilihat Rasulullah