Oleh : Ibrahim Dwi Santoso
Allah Mahaindah dan perbuatan-Nya juga penuh keindahan. Bukan hanya keindahan fisik dari seluruh ciptaan-Nya, namun juga keindahan hikmah di balik penciptaannya. Salah satunya tentang hikmah penciptaan manusia. Meskipun Allah menyebut manusia adalah makhluk yang paling sempurna, namun ada juga manusia yang “terlihat” tak sempurna.
Mungkin ada yang pernah bertanya, “Kenapa ada manusia yang terlahir cacat? Kenapa ada manusia yang berwajah buruk? Kenapa Allah menciptakan manusia yang rentan dihina oleh manusia lainnya?”
Percayalah, ada makna yang indah di balik ciptaan-Nya yang demikian. Karena seorang Muslim harus menyadari, dunia bukanlah naungan yang abadi, sehingga apa yang kita miliki di dunia ini-baik jasad yang sempurna atau harta yang berlimpah-sesungguhnya bukanlah milik kita dan tidak merepresentasikan diri kita yang sebenarnya.
Dalam kisah Nabi Yusuf ‘Alaihis salam terdapat pelajaran tentang ujian yang diperuntukkan kepada lelaki santun, shalih dan rupawan. Nabi yang ketampanannya mampu menjadi bius bagi para tamu Zulaikha sehingga rasa sakit hilang meskipun tangan mereka teriris pisau. Ketampanannya adalah ujian baginya. Ketampanannya menjadi sebab memuncaknya syahwat seorang istri sang ‘aziz. Tapi Ia berhasil melewati ujian itu. Allah menjaganya dari dosa perzinahan.
Seseorang yang cacat dan buruk rupa pun juga memiliki ujiannya sendiri. Dengan keadaan yang demikian, ada kemungkinan mereka menjadi ingkar kepada Allah karena mencela takdir-Nya. Mereka harus bersabar mendengar hinaan orang lain atau ketika dijauhi orang lain. Semakin bersabar, semakin tinggi pula derajat mereka di akhirat kelak. Saat itulah mereka telah mampu melewati ujiannya. Mereka ridha dengan takdir Allah dan tidak mencela-Nya sedikit pun.
Keindahan hikmah di balik penciptaan manusia yang tak seluruhnya sempurna ialah agar manusia menyadari bahwa hanya ketaqwaan yang menjadikan mereka mulia, bukan kesempurnaan fisik atau harta yang berlimpah. Janganlah manusia yang memiliki kesempurnaan fisik merasa lebih baik dari mereka yang cacat dan buruk rupa. Fokus pada urusan hati dan keimanan. Bukan pada keterbatasan fisik orang lain. Karena tiap manusia telah ditentukan ujiannya masing-masing sesuai kadar kesanggupannya.[Kisahikmah]