Melindungi ‘Tuhan’ dari Lalat

0
sumber gambar: theredish.com

Raja Harasyi yang hidup dalam kurun 606-647 Masehi mengadakan sebuah upacara ketuhanan. Ia mengundang seluruh perwakilan pemuka agama di negeri India kala itu. Dalam upacara tersebut, ia meletakkan patung Budha dengan ukuran besar di sebuah tempat setinggi lima puluh hasta.

Bukan hanya satu, ia juga meletakkan tuhan-tuhan lain dengan ukuran yang lebih kecil. Dikisahkan oleh Huang Sing, seorang Petualang dari Cina, “Raja Harasyi berdiri di sebelah patung Budha dengan naungan payung kehormatan sembari menghalau lalat (yang mengerubungi) patung tersebut.”

Inilah di antara riwayat yang menyebutkan rancunya konsep ketuhanan dalam agama Hindu-Budha di India. Kerancuan itu mencapai puncaknya pada tahun keenam Masehi. Meski di dalam kitab Weda disebutkan bahwa tuhan mereka hanya berjumlah tiga puluh tiga, sebab kerancuan itu, jumlah tuhan bertambah menjadi tiga ratus tiga puluh juta tuhan.

“Sampai-sampai,” demikian disampaikan oleh Abul Hasan Ali an-Nadwi sang penulis sejarah asal India, “semua orang terkenal dalam sejarah atau pahlawan perang dari berbagai masa, semuanya dijadikan tuhan.”

Di antara yang dijadikan tuhan oleh masyarakat India yang tidak jelas Hindu atau Budhanya adalah: gunung, emas dan perak, sungai Gangga, senjata, alat tulis, alat hubungan suami-istri, dan berbagai jenis binatang.

“Intinya,” beber Abul Hasan, “waktu itu, agama Hindu tak lebih dari kumpulan khurafat, kisah kosong, puisi, dan berbagai ritual yang tidak pernah diajarkan oleh Allah Ta’ala.”

Sehingga, “Di masa apa pun, pikiran yang waras tidak mungkin menerima (konsep ketuhanan mereka).”

Puncaknya, semua orang berhak memilih tuhan dan membuatnya dalam bentuk patung. Inilah yang menjadi sebab berkembang pesatnya seni patung kala itu. Pungkas Abul Hasan menerangkan, “Setiap orang memiliki tuhan sendiri, atau beberapa tuhan yang disembah oleh semua (sekelompok orang tertentu).”

Alhamdulillah atas nikmat Islam ini. Alhamdulillah atas kesadaran logika yang Allah Ta’ala kurniakan untuk kita. Islamlah satu-satunya agama yang selamat dan menyelamatkan. Hanya Allah Ta’ala, satu-satunya Tuhan yang hak disembah. Dialah Tuhan yang bisa menolong hamba-hamba-Nya.

Dan apakah layak disebut Tuhan jika kita harus menjaganya dari lalat yang sedianya mengerubungi tempat kotor? Layakkah dinamakan Tuhan dan disembah jika kita bisa membuatnya, lalu membuangnya semau kita?

Amat sedikit orang yang berpikir.

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaMengapa Orang Majusi Persia Menyembah Api?
Artikel berikutnyaMengapa Orang Jahiliyah Mengubur Hidup-hidup Anak Perempuannya?