Kisah Wanita Berkulit Hitam dan Hari Selempang di Zaman Rasulullah

0
Ilstrasi @moslemfamilyoutlet
Ilstrasi @moslemfamilyoutlet
Ilstrasi @moslemfamilyoutlet

Semakin dalam menyelami kehidupan Rasulullah Saw, maka seseorang akan semakin haus sebab ketinggian hikmah dan ilmu yang terdapat di dalamnya. Kehidupan yang telah dijalani oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya adalah kehidupan terbaik yang tidak akan pernah ada tandingannya hingga akhir zaman.

Terkisahlah dari ‘Aisyah istri Rasulullah Saw yang mulia. Anak Abu Bakar ash-Shidiq ini menuturkan kepada kita sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari. Ia berkata, “Ada seorang wanita berkulit hitam yang masuk Islam. Ia mempunyai sebuah rumah kecil nan sempit di dekat masjid.”

Yang menarik dari sosok wanita yang tak disebutkan namanya ini, “Ia sering datang dan berbicara kepada kami,” tutur ‘Aisyah. Terkesan aneh, tiap kali selesai dengan hajatnya untuk berkeluh kesah, wanita itu selalu berkata, “Dan hari selempang adalah bagian dari keajaiban Tuhan kita. Ketahuilah, Dia telah menyelamatkanku dari negeri kafir.”

Tentang makna kalimat kedua, bisa dipahami dari jalan hidup yang ia pilih dengan kembali ke dalam pangkuan Islam. Namun, tentang Hari Selempang yang disebutnya itu, ‘Aisyah bertanya, “Apakah hari selempang itu?”

Inilah diantara ciri orang berilmu. Ia akan meminta keterangan tentang sesuatu yang memang tidak diketahuinya. Bukan bermaksud menguji, tetapi untuk mengilmui apa yang disampaikan kepadanya.

Kemudian, sebagaimana disebutkan dalam hadit nomor 3835 oleh Imam Bukhari ini, wanita itu berkisah, “Dulu,” ia memulai, “ada seorang anggota keluargaku yang keluar dengan mengenakan selempang dari kulit.”

Qadarullah, selempang itu terjatuh. Pada saat bersamaan, datanglah seekor burung. Sebab terbuat dari kulit, burung tersebut mengiranya sebagai daging.

Lantaran kejadian itu, wanita hitam berkulit hitam itu menjadi tertuduh. Oleh anggota keluarganya, ia dipaksa mengakui kejahatan yang sama sekali tidak diketahui dan dikerjakannya. Kata wanita malang itu, “Mereka menyiksaku dan meggeledah bagian depan tubuhku.”

Kemudian, ketika orang-orang mengelilinginya, memaksanya untuk mengakui sembari menyiksanya, datanglah burung pembawa selempang tadi dan menjatuhkannya tepat di tengah kerumunan tersebut. Seperti mendapat durian runtuh, sambil menahan sakit, malu dan bangganya karena mendapat pertolongan Allah Swt, ia bertutur, “Itulah yang telah kalian tuduhkan kepadaku. Padahal, aku bebas dari tuduhan itu.”

Demikianlah kebenaran. Meski dikeroyok, Allah Swt akan memenangkannya. Demikianlah tabiat fitnah, makar dan tipu daya; meskipun banyak nan mayoritas, Allah Swt akan membuatnya kalah dan bercerai berai. [Pirman]

Artikel sebelumnyaKisah Tekad Poligami Khalifah dan Jawaban Imam Abu Hanifah
Artikel berikutnyaKisah Ahli Ibadah Bani Israil dan Seekor Tikus