Kisah Tertolaknya Cinta Sang Pangeran oleh Gadis Badui

0
ilustrasi @eriabdulrohom
ilustrasi @eriabdulrohom
ilustrasi @eriabdulrohom

Cinta sama sekali tak bisa dirumuskan dengan capaian duniawi seseorang. Mungkin, lelaki yang tampan, kaya raya dengan banyak kelebihan duniawi lainnya, bisa dengan mudah menikahi atau memiliki siapa pun wanita yang diingininya. Tetapi hal itu semua, sedikit pun tak akan pernah bisa digunakan untuk merengkuh hati sang wanita idamannya.

Inilah barangkali yang menjadi penjelas makna cinta sebagai sebuah ikatan keteririsan. Sebab satu jiwa, satu visi, sama tujuan; maka mereka saling cinta. Meskipun, dalam kaca mata fisik, keduanya bak bumi dan langit ke tujuh.

Sama saja, mereka yang tinggi menjulang kehidupannya, mapan ekonomi, sukses bisnis dan berhasil menggenggam dunia, sama sekali tak terusik dengan sosok cantik, rupawan nan menawan seperti manusia umumnya. Ia justru tertarik dan tergoda pada gadis kampung, lugu nan bersahaja. Itulah cinta. Tafsirnya adalah kecocokan.

Pangeran itu jatuh cinta kepada seorang gadis. Bukan gadis dari kerajaan tetangga atau salah satu pembesar di kerajaannya. Ia justru menaruh hati kepada wanita badui nan lugu. Orang kampung. Sudah pasti, kecantikannya tak semewah putri yang menghabiskan waktunya untuk merawat tubuhnya. Ia biasa saja dalam pandangan lelaki pada umumnya. Namun, tidak demikian dalam kaca mata Sang Pangeran.

Dengan kuasanya, tak berselang lama, keduanya menikah. Sah. Keduanya halal untuk saling mencintai. Bahagianya Sang Pangeran. Berbungalah hatinya. Cintanya terwujud. Meski, seiring berjalannya waktu, ia mulai bimbang. Apakah gadis itu benar-benar mencintainya atau hanya mau dinikahi karena ia adalah seorang Pangerang yang punya kuasa?

Sang gadis dusun itu, justru merasa tersiksa. Sangat pedih. Ia sama sekali tak memiliki cinta kepada Pangeran itu. Dan tak kuasa pula untuk menumbuhkannya. Ia hanya ikuti alur. Sebab menolak juga tidak mungkin.

Hingg akhirnya, pada suatu malam, Pangeran nan kuasa gagah itu mendengar rintihan syair istrinya. Darinya, jelaslah semuanya. Bahwa ia tak sedikit pun meletakkan cinta, sayangnya tak ada. Ini murni soal perasaan, bukan sekedar materi maupun sejenisnya.

Kemudian, kebijakan Sang Pangeranlah yang menyelesaikan kemelut itu. Diceraikanlah sang istri, lalu dipulangkan ke kampungnya. Usai sudah kisah asmara keduanya. Harus berakhir. Karena, jika dipertahankan, akan merusak keduanya.

Terkait sebab tak adanya cinta dari sang gadis dusun kepada Pangeran di negerinya itu, tak lain karena gadis itu telah memiliki cinta yang lain. Cinta yang berasal dan tumbuh di kampungnya. Cinta tulus nan murni sebab kecocokan. Bukan selainnya.

Itulah, itulah, itulah cinta. Ia dihimpunkan kepada yang sejenis. Dan kisah yang dialami oleh Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan ini, adalah tafsir paling jelas dari salah satu sabda Sang Nabi. Bahwa masing-masing manusia akan dikumpulkan dengan siapa yang dicintainya.

Dalam tahap inilah, kita perlu menelisik dalam-dalam di sanubari tertulus. Apakah selama ini sudah tepat dalam mencintai? Akankah ia yang kita cintai bisa membuat diri semakin baik dan kelak bisa menolong kita hingga selamat sampai ke surga? Hanya diri yang tahu apa jawabnya.[pirman]

Artikel sebelumnyaKeistimewaan Pribadi Rasulullah Saw
Artikel berikutnyaKisah Orangtua yang Mendurhakai Anaknya