Ada kezaliman yang disegerakan azabnya di dunia ini. Sebabnya bisa karena terkabulnya doa orang yang dizalimi, atau karena Allah Ta’ala hendak menunjukkan Kuasa-Nya, meski orang yang dizalimi bersikap sabar. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia Berkehendak melakukan apa pun sesuai Kehendak-Nya.
Terjadi di pedalaman Negeri Kinanah, seorang khatib berkisah tentang kejadian memilukan yang menimpa seorang wanita. Allah Ta’ala menghukum si wanita dengan dibutakan matanya lantaran bersikap zalim kepada pembantunya.
Wanita ini bersikap sewenang-wenang kepada pembantunya. Mudah melampiaskan kemarahan dengan berteriak kasar, memukul, menendang, dan siksaan-siksaan lainnya. Terus seperti itu, sepanjang hari.
Bagi wanita majikan ini, pembantu dilarang berbuat salah. Harus benar. Sedikit lakukan keliru, maka umpatan, cacian, dan makian menjadi kepastian. Bahkan, segala jenis kata-kata, istilah, dan kalimat kotor sudah pernah dimuntahkan. Pedih.
Seiring berjalannya waktu, setelah kekejian si wanita memuncak, dan pembantunya tak berdaya, dengan mudahnya si majikan membuang pembantunya yang sudah mengalami kebutaan. Dibuang di sebuah lokasi dalam keadaan tak mampu melihat. Menyedihkan.
Waktu berjalan, wanita ini melanjutkan hidup dengan pembantu baru. Lambat laun, kesehatan si majikan menurun. Sakit-sakitan. Sakit yang dialami juga merambat ke mata. Pandangannya mulai kabur. Tidak bisa melihat benda dekat atau jauh, hanya berupa bayangan hitam. Sakit.
Ia pun memeriksakan diri. Ke dokter spesialis mata. Setelah diperiksa dengan cermat dan teliti, sang dokter keluh menyampaikan sebuah fakta medis. “Maaf,” ungkap sang dokter, “sakit yang Anda alami tidak bisa kami sembuhkan.”
Kelar satu dokter, wanita ini menuju dokter lain yang lebih pandai. Berkeliling ke banyak tempat pemeriksaan, kesimpulannya sama. Tidak bisa disembuhkan. Wanita ini resmi mengalami kebutaan.
Ketika bersedih meratapi nasib itulah, si wanita teringat dengan dosa masa lalunya. Bayangan kekasaran, kekejaman, dan tindak sewenang-wenangnya berkelabat di pikiran. Ia, meski terlambat, akhirnya bergegas menyesali, lalu meminta ampun kepada Allah Ta’ala atas kekeliruan fatal yang menjadi masa lalunya.
Meski terlambat sebab penglihatannya tak bisa kembali normal, penyesalan yang datang di belakang tetaplah kebaikan lain yang bisa diambil manfaatnya oleh generasi berikutnya.
Sebagaimana dikisahkan oleh Ustadz Zulfi Akmal, wanita dalam kisah yang dituturkan oleh seorang khatib Jum’at di Kota Mesir ini menyebutkan identitas dirinya, serta ciri-ciri pembantu yang pernah menjadi sasaran kezalimannya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]