Kisah Kesetiaan Istri, 7 Tahun Merawat Suami Seorang Diri

Ilustrasi istri setia © dinalislam1.wordpress.com
Ilustrasi istri setia © dinalislam1.wordpress.com
Ilustrasi istri setia © dinalislam1.wordpress.com

Banyak istri yang setia di dunia ini. Tetapi istri yang mampu merawat suaminya di kala suaminya sakit menular dan berbau, yang membuat tak ada orang lain yang mau mendekatinya, bahkan saudaranya juga tak mau mendekatinya, mungkin baru ini orangnya. Karena sakit itu pula, suami kehilangan seluruh hartanya, jatuh miskin. Hingga sang istri terpaksa bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sambil tetap merawat suaminya.

Lelaki itu bernama Ayyub. Nabi Ayyub ‘alaihis salam. Beliau hidup dengan penuh kemuliaan dan kejayaan. Allah menganugerahkan kekayaan yang melimpah untuknya. Ayyub memiliki tanah yang luas di daerah Huran, hartanya banyak, binatang ternaknya banyak. Masyarakat hormat padanya.

Tiba-tiba, suatu hari Allah mengujinya. Tubuh Ayyub dipenuhi dengan penyakit, hingga tak ada lagi yang sehat kecuali lisan, akal dan hatinya. Beliau terus berdzikir, tapi tak bisa lagi bekerja dan beraktifitas seperti biasanya.

Mengetahui kondisinya, masyarakat yang tadinya akrab dengan Ayyub, mulai menjauhinya. Mereka merasa jijik melihat tubuh Ayyub. Apalagi setelah tahu bahwa penyakit yang menimpa Ayyub adalah penyakit berbau. Mereka semakin mengambil jarak. Hingga kemudian, berkembanglah isu bahwa penyakit Ayyub adalah penyakit menular. Dengan alasan tak mau tertular, mereka mengusir Ayyub dan keluarganya.

Ayyub yang tadinya kaya dari bidang pertanian dan peternakan kini sudah tak bisa lagi bekerja. Hartanya mulai berkurang, bertambah hari semakin menipis. Sementara dalam pengusiran, seorang anak Ayyub tertular. Ia menderita sakit persis seperti ayahnya. Makin lama makin sakit, hingga kemudian meninggal dunia. Ayyub dan istrinya berduka. Kehilangan banyak harta tak ada artinya jika dibandingkan dengan kehilangan buah hati mereka. Tetapi musibah tak berhenti di sana. Anak yang lainnya menyusul. Ia tertular, sakitnya makin parah, lalu meninggal. Demikian satu per satu anak-anak Ayyub pergi. Hingga sembilan anak perempuan itu kini tak ada lagi. Dan duka kehilangan anak satu per satu terasa lebih berat dibandingkan duka kehilangan anak sekaligus dalam satu waktu.

Kini tinggallah mereka berdua: Ayyub dan istrinya. Semua anak telah tiada, harta benda juga habis tak tersisa. Dalam kondisi seperti itu, istri Ayyub tetap setia merawatnya. Allah mentakdirkannya sama sekali tak tertular penyakit ini. Dan karena mereka butuh makan untuk menyambung hidup, istri Ayyub yang selama ini kaya raya akhirnya mendatangi masyarakat. Ia menawarkan jasanya untuk menjadi pembantu. Bisa dibayangkan, betapa berat pengorbanan psikologi istri Ayyub saat itu. Ia yang semula paling terpandang di masyarakat, kini menjadi pembantu. Ayyub mengizinkan saat istrinya meminta izin bekerja, dan dari sanalah ia mendapatkan makanan untuk mereka berdua.

Ayyub memiliki dua orang saudara. Keduanya beberapa kali menjenguk Ayyub. Tetapi, mereka tidak mau mendekat karena jijik dengan penyakit tersebut. Hanya istrinya seorang yang mau mendekat dan merawat Ayyub. Di saat seperti itu, istri Ayyub yang belum pernah mendengar Ayyub berdoa meminta kesembuhan memintanya berdoa. “Suamiku, berdoalah kepada Allah. Jika engkau meminta kesembuhan, pasti Allah menyembuhkanmu,” demikian pintanya.

“Wahai istriku,” jawab Ayyub, “Aku malu kepada Allah jika harus meminta aku disembuhkan dari sakit ini. Kita telah hidup kaya, sehat dan bahagia selama 70 tahun, sedangkan ujian ini baru 7 tahun. Mengapa aku tidak bersabar atas ujianNya…”

Beberapa hari berlalu. Istri Ayyub bisa mendapatkan makanan dari hasil kerjanya sebagai pembantu. Namun, esuk harinya orang-orang mengetahui bahwa ia adalah istri Ayyub. Dengan alasan khawatir jika istrinya menularkan penyakit Ayyub, orang-orang menolaknya. Istri Ayyub tak bisa lagi bekerja.

Ayyub tahu istrinya tak bisa lagi bekerja, sebab ia tak lagi meminta ijin. Karenanya Ayyub heran, mengapa beberapa hari ini ia tetap mendapatkan makanan. Ayyub pun bertanya, dari mana istrinya mendapatkan makanan itu. Sang istri menjawab dengan membuka jilbabnya. Ayyub terkejut, istrinya sudah tidak memiliki rambut.

Dengan penuh haru sang istri pun menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi, “Wahai suamiku, maafkanlah aku. Kita butuh makan, sedangkan aku tak bisa lagi bekerja karena orang-orang takut tertular penyakitmu. Maka terpaksa kugunting rambutku, kujual pada anak-anak bangsawan yang ingin memiliki rambut panjang. Beberapa kali kulakukan itu, beberapa hari pula kita bisa mendapatkan makanan. Dan kini rambutku telah habis”

Betapa air mata suami tidak tertumpah mendengar pengorbanan istrinya. Penderitaan mereka telah sampai pada tahap yang sangat berat. Di saat itulah Ayyub baru mau berdoa. Doa itu diabadikan Allah dalam surat Al Anbiya’ ayat 83. “Inni massaniyadl dlurru wa anta arhamur raahimiin” (wahai tuhanku), aku tersentuh musibah, sedangkan Engkau Maha Penyayang diantara semua penyayang. Doanya singkat, tidak meminta, hanya mengadu pada-Nya.

Fastajabnaa lahu;. Maka Kami (Allah) pun mengabulkan doanya. Nabi Ayyub sembuh. Ia sehat kembali seperti semula. Allah juga membuatnya kembali kaya raya. Dan dari istrinya itu, Allah memberikan anak yang jumlah dan jenis kelaminnya sama dengan yang telah meninggal sebelumnya. Sembilan anak perempuan. Allahu akbar. [Kisahikmah.com, dari pengajian KH. Farid Dhofir, Lc, Msi]

Artikel sebelumnyaKisah Doa-Doa Unik yang Langsung Dikabulkan Allah
Artikel berikutnyaJanda Ini Membuat Kagum Sahabat Nabi