Kisah hidup laki-laki ini terbilang berliku. Dari kisahnya, kita menyimpulkan bahwa hidayah milik Allah Ta’ala, dan kadang diputarkan. Dengan tidak menafikan usaha hamba-hamba-Nya, seseorang hanya akan mendapatkan apa yang ditakdirkan untuknya, baik ataupun buruk.
Laki-laki ini lahir dan hidup dalam didikan Kristen Katholik, sejak lahirnya. Atas rasa cintanya kepasa seorang gadis Muslimah, ia memilih mengikuti permintaan calon istrinya untuk memeluk Islam yang mulia.
Tepat di tahun 1983, laki-laki ini mengucap dua kalimat syahadat, agar sang calon istri mau dinikahi. Oleh keluarganya, tindakan itu mendapat dukungan. Sejak saat itu, laki-laki yang kini hidup di bilangan Bintaro Tangerang Selatan ini menjalankan aktivitas ibadah sebagaimana layaknya seorang Muslim, meski hatinya masih gamang.
Tujuh belas tahun kemudian, setelah shalat Ashar di suatu hari, keyakinannya goyah. Ia pun menghubungi ibunya, dan menyatakan ingin kembali ke Kristen Katholik. Padahal, akunya, ia jarang berkomunikasi dengan ibunya. Tak butuh masa yang lama, dia kembali menjadi seorang pengikut Katholik yang taat, sampai dua belas tahun kemudian.
Di Katholik, laki-laki yang kini berusia kepala enam ini mendapat sambutan yang hangat dari teman-teman dan rekan bisnisnya sesama aqidah. Atas ketaatannya, ia pun diangkat sebagai asisten pastur dalam hal penyembuhan.
Meski mendapat reaksi keras dari keluarga istrinya yang Muslim, mereka senantiasa berakhlak baik kepada laki-laki ini. Pun anak-anaknya. Sang istri, terutama, tidak pernah berhenti melantunkan doa agar suaminya kembali dalam pangkuan Islam yang mulia.
Waktu berjalan, sampai di tahun 2012. Anak pertamanya, perempuan, hendak menikah. Sebab beda keyakinan, laki-laki ini tidak dibolehkan menjadi wali nikah. Maka dia hanya menatap kosong, menyaksikan anak perempuan pertamanya menikah. Pedih. Hatinya teriris.
Saat itu pula, ia mulai bermuhasabah. Apalagi, dia sedang menghadapi banyak masalah kehidupan. Di saat-saat kritis seperti itu, kesadarannya mulai timbul. Apalagi, dia tidak mendapatkan solusi, meskipun sudah pergi ke banyak romo untuk meminta pendapat dan solusi atas persoalannya.
Enam bulan setelah pernikahan anak pertamanya itu, laki-laki ini kembali ke dalam Islam yang mulia. Ia pun menyampaikan pengakuan, sebagaimana dimuat dalam Islam Digest Republika 31 Januari 2016, “Allah membiarkan saya di Islam selama 17 tahun dan di Katholik selama 12 tahun, lalu kembali lagi ke Islam. Artinya, (Allah) memberikan pelajaran bahwa saya masuk Islam tidak ada ruhnya. Jadi, hanya status. Hanya menikah tok.”
“Untuk itu,” lanjutnya menyampaikan kesimpulan, “(Islam) harus dirasakan dengan hati. Saya akan mempertahankan anugerah Islam yang diberikan Allah kepada saya.”
Sebagai sebuah rangkaian konsekuensi, aku laki-laki ini dari sumber yang sama, “Pernah suatu ketika, oknum tetangganya mengencingi dan meludahi rumah Eduard sebagai bentuk perlawanan atas keputusannya untuk masuk Islam.”
Ia pun emosi, namun sang istri berhasil menenangkannya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]