Melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan naungan-Nya untuk pemuda yang hatinya terikat dengan masjid. Naungan itu diberikanNya nanti di akhirat, di hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya.
Namun terkadang Allah juga menunjukkan pertolonganNya yang ajaib di dunia. Pemuda yang tinggal di Bani Jarad ini salah satu buktinya.
Abu Abdillah menuturkan, ada seorang pemuda yang tinggal di samping rumahnya. Sebagai warga baru, pemuda itu sangat menarik perhatiannya. Bagaimana tidak, setiap kali Abu Abdillah mengumandangkan adzan, pemuda itu langsung datang ke masjid. Selesai sholat jamaah, pemuda itu kembali ke rumahnya dan jarang sekali keluar.
“Saya sering berharap ia berbicara atau meminta bantuan kepada saya,” kata muadzin itu. Sudah beberapa hari sang pemuda tinggal di sebelahnya, namun pemuda yang rajin shalat jamaah itu tak pernah berkomunikasi.
Hingga suatu hari, pemuda itu menyapanya.
“Wahai Abu Abdullah, apakah engkau memiliki mushaf yang bisa saya pinjam?”
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Telah lama Abu Abdullah menantikan pemuda itu minta tolong kepadanya, dan saat ini ia membutuhkan mushaf. Segera, Abu Abdullah mengambil mushaf dan meminjamkannya.
“Hari ini akan terjadi sesuatu antara aku dan engkau,” kata pemuda itu sambil mendekap mushaf tersebut.
Hari sudah berganti malam. Namun pemuda itu tidak tampak di masjid. Waktu shalat Maghrib tidak ada, waktu shalat Isya’ juga tidak kelihatan. Abu Abdullah bertanya-tanya, ada apa gerangan?
Setelah Isya’, Abu Abdullah mendatangi rumah pemuda tersebut. Di depan rumah, terlihat ember berisi air dan beberapa bahan pembersih. Abu Abdullah lantas membuka pintu rumahnya yang tertutup tirai. Alangkah terkejutnya ia, pemuda itu tergeletak di atas tempat tidurnya sambil mendekap mushaf. Ia sudah tidak bernafas.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un…”
Abu Abdullah pun memberitahukan kepada tetangga kabar duka itu. Sang pemuda akan dimakamkan besok pagi.
Semalaman, Abu Abdullah merenung. Pemuda itu tampak sebatang kara. Ia bahkan tidak memiliki kain kafan. Bagaimana ini?
Dini hari kejaiban terjadi. Menjelang Subuh, Abu Abdullah masuk ke masjid. Sebelum shalat tahiyatul masjid, tiba-tiba ia melihat cahaya dari arah mihrab. “Alhamdulillah…” ucapnya melihat kain kafan tertata rapi di sana.
Baca juga: Sholat Tahajud
Dibawanya kain kafan itu ke rumah sang pemuda. Ia yakin betul, kafan tersebut untuk sang pemuda karena tidak ada orang lain yang meninggal di daerah itu pada hari yang sama.
Abu Abdullah kembali ke masjid untuk menunaikan shalat Subuh. Usai shalat, ia terkejut mendapati Tsabit Al Banani, Malik bin Dinar, Habib Al Farisi dan Shalih al Mari ada di sebelahnya.
“Apa yang membuat kalian shalat Subuh di masjid ini?”
“Bukankah tadi malam ada tetanggamu yang meninggal?”
“Iya. Seorang pemuda yang biasa shalat di masjid ini.”
“Tolong bawa kami ke rumahnya.”
Sesampainya di sana, Malik bin Dinar menyingkap penutup wajah pemuda tersebut. “Wahai Hajjaj, sesungguhnya engkau seorang pemuda yang ketika kediamanmu di sebuah tempat telah diketahui, engkau pindah ke tempat yang lain.”
Allahu akbar… rupanya pemuda itu telah dikenal oleh para ulama tabiin seperti Malik bin Dinar dan kawan-kawannya.
Baca juga: Cerita Romantis Suami Istri
“Pakailah kain kafan yang saya bawa,” kata Malik bin Dinar.
“Saya juga membawakan kain kafan untuknya,” kata yang lainnya.
“Masya Allah… sepanjang malam saya memikirkan siapa yang bisa menyiapkan kain kafan untuk pemuda ini. Ternyata kalian semua membawanya. Tapi ketahuilah, sebelum Subuh aku melihat cahaya dari arah mihrab. Ketika kuhampiri, ada kain kafan yang tertata rapi di sana,” Abu Abdullah menceritakan apa yang dialaminya.
“Masya Allah… kalau begitu pakaikan kain kafan itu. Itu kain kafan dari malaikat.”
Setelah kain kafan itu dipakaikan, sebuah keajaiban terjadi lagi. Begitu jenazah dibawa keluar rumah, terlihat manusia dalam jumlah yang sangat banyak siap menshalati dan mengantarnya ke pemakaman. Entah mereka datang dari mana. Allahu akbar. [Muchlisin BK/Kisahikmah]