Jika sebelum diturunkannya Nabi Muhammad dakwah hanya diwajibkan oleh Allah Ta’ala kepada para Nabi atau Rasul-Nya, maka setelah Nabi Muhammad diutus sebagai Nabi dan Rasul tekahir, dakwah juga diamanahkan kepada umat-umatnya hingga akhir zaman.
Dakwah ialah mengajak manusia, membebaskan manusia dari penyembahan kepada sesama menuju penyembahan kepada Allah Ta’ala semata. Dakwah dilakukan dengan hikmah, baik ucapan maupun perbuatan.
Dua dimensi utama dakwah adalah mengajak kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Itulah yang diamanahkan oleh Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat-Nya di al-Qur’an al-Karim.
Dakwah adalah kebajikan, ialah mengikuti al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. (Hr. Ibnu mardawaih)
Terkait mencegah dari kemungkaran, rambu-rambu yang telah Allah Ta’ala jelaskan melalu sunnah Nabi-Nya sudah amat jelas.
“Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya.”
Inilah derajat yang paling tinggi, dengan kekuasaan. Baik secara individu, masyarakat, maupun dalam lingkup yang lebih besar melalui jalur pemerintahan. Mengubah dengan tangan bukanlah persoalan yang mudah. Sebab taruhannya adalah jiwa sang dai.
“Jika tidak mampu,” lanjut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah, “maka cegahlah dengan lisannya.”
Nasihat. Anjuran. Saran. Atau, perintah. Bentuknya bisa langsung atau pun tidak, tapi dengan cara yang baik. Bisa dilakukan seketika saat melihat, atau mencari waktu lain yang memungkinkan untuk menyampaikan nasihat dari hati ke hati.
“Jika tidak mampu,” inilah tingkat terakhir yang merupakan selemah-lemahnya iman, pungkas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, “hendaklah ia mengubah dengan hatinya.”
Minimal, membenci di dalam hati. Ialah penolakan dan pemahaman bahwa kemungkaran yang dilakukan salah dan tak bermanfaat. Maka, dari kebencian itulah timbul semangat untuk mendoakan.
Amalan ini bukanlah perbuatan yang sederhana. Ada ganjaran agung bagi siapa yang sungguh-sungguh menjalankannya. Bahkan, dilakukannya amalan ini menjadi salah satu sebab ditundanya azab Allah Ta’ala yang pedih.
“Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya,” sabda Nabi dari Hudzaifah bin Yaman, “hendaklah kalian menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.” Atau, lanjut Rasulullah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, “Allah akan menyegerakan penurunan azab untuk kalian dari sisi-Nya, lalu kalian berdoa kepada-Nya. Dan, Dia tidak mengabulkannya.” [Pirman]