Ironi Denpasar sebagai Kota Paling Islami

0
ilustrasi @news.liputan6.com

Di dalam data yang dikeluarkan oleh Maarif Institute terkait Indeks Kota Islami, Denpasar yang merupakan Ibu Kota Provinsi Bali menempati urutan pertama bersama Yogyakarta dan Bandung dengan skor 80,64. Dalam penelitian yang dilakukan selama sepuluh tahun di 29 kota ini, ada tiga kriteria yang digunakan. Ialah aman, sejahtera, dan bahagia.

Sedikit banyak, hasil ini juga dimanfaatkan oleh mereka yang alergi dengan peraturan daerah syariah untuk mengkritisi daerah yang menerapkan peraturan islami tersebut, tapi berada di peringkat terbawah dalam Indeks Kota Islami ini.

Dengan tetap memberikan apresiasi terhadap semua elemen yang melakukan berbagai amal untuk kemajuan bangsa dan kemanusiaan, penulis artikel ini merasa prihatin, khususnya setelah membaca rubrik Podium dalam Harian Umum Republika, 18 Mei 2016.

Dalam artikel berjudul Memerangi HIV-AIDS di Pulau Dewata, rasa-rasanya saya merasa berdosa jika harus mengamini Denpasar sebagai kota islami, berdasarkan pembacaan saya yang amat terbatas ini.

Di artikel itu disebutkan 10 provinsi dengan penderita HIV-AIDS tertinggi di Indonesia. Ialah Papua, Jawa Timur, DKI Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara.

Bali masuk ke dalam 5 besar provinsi dengan HIV-AIDS tertinggi. Bahkan kasus HIV-AIDS pertama kali di Indoesia ditemukan di Bali pada 1987 lantas menyebar ke 386 Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia.

Di Bali, penyakit mematikan ini paling banyak ditemukan di Denpasar (Kota paling Islami versi Maarif Institue), Buleleng dan Badung. Fakta ini tidak bisa dikesampingkan dari fakta lain bahwa ketiga kota/kabupaten tersebut merupakan pusat wisata yang saban tahunnya disambangi oleh 3,5 juta wisatawan mancanegara.

Masih dari artikel tersebut, penderita penyakit yang ditularkan melalui zina bebas ini melonjak hingga 13.774 kasus di tahun 2016 dari sekitar 8.000 kasus di tahun 2014. Jumlah ini diprediksi akan semakin meningkat, jika tidak ditindak tegas, mengingat banyak pelaku zina yang berpindah besar-besaran setelah ditutupnya tempat zina di Surabaya, Jakarta, dan kota lainnya.

Rasa-rasanya, saya tidak perlu berpanjang kalam untuk melanjutkan artikel ini. Kita cukup sedikit membayangkan, seislami apakah kota dengan penderita HIV-AIDS terbanyak ketiga di Indonesia ini hingga dinobatkan menjadi kota Islami dengan indeks terbesar pula?

Saya jadi semakin khawatir, dengan rilis ini, banyak kaum Muslimin yang sekadar ingin berbondong-bondong melancong ke Bali hanya untuk menikmati objek wisata dan pezinanya, tanpa sedikit pun niat mendoakan agar semakin banyak dai ditugaskan di sana, lantas masyarakatnya menjadi sadar diri bahwa hidup amatlah sementara.

Teruslah waspada. Sebab HIV-AIDS bisa menjangkiti seseorang tanpa terdeteksi dalam kurun puluhan tahun. Dia juga menyerang anak-anak dan ibu rumah tangga. Dan satu-satunya cara paling jitu untuk mencegah wabahnya adalah dengan memberantas zina.

Bayangkan, sepanjang tahun di Denpasar, ada berapa banyak perbuatan zina dari 3,5 juta wisatawan mancanegara yang sebagian besarnya menganut kehidupan bebas. Itu belum menghitung warga dalam negeri yang mengaku arif, tapi mendukung tindakan yang lebih parah dari hewan sekalipun.

Ya Allah, lindungi kami dari bahayanya zina. Aamiin.

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnya‘Ya Allah, Kumpulkan Aku dengan Si Penembus Lubang Tembok pada Hari Kiamat’
Artikel berikutnyaJaminan Allah Soal Rezeki, Tapi Banyak yang Ragu