Sekuat apa pun manusia mengingkari kekuasan Allah Ta’ala dengan kepongahannya, mereka tetaplah lemah nan tak berdaya jika dihadapkan pada siksa-Nya yang amat dahsyat. Siksa-Nya ditujukan kepada siapa yang ingkar, abai ataupun bermuka dua terhadap ajaran yang disampaikan oleh Nabi yang menjadi utusan-Nya di dunia ini.
Sehebat apa pun makar yang dilancarkan para penentang kebenaran, ketika siksa Allah Ta’ala sudah diturunkan, maka kebinasaanlah yang pasti mereka dapatkan. Makar yang mereka anggap canggih, saat Allah Ta’ala membukanya, maka ia hanyalah kelemahan yang paling lemah; sebab Dialah Yang Mahakuat, dan tak ada yang kuasa menandingi kekuatan-Nya.
Siksa yang Allah Ta’ala janjikan bagi para pembangkang, kadang ditangguhkan. Penangguhan itu adalah bagian dari bentuk Sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sebabnya, antara lain: adanya Nabi dan orang ‘alim yang hidup bersama para pembangkang di suatu lokasi, ataupun di antara komunitas itu ada yang senantiasa memohon ampun kepada Allah Ta’ala.
Karenanya, ketika syarat-syarat penagguhan itu tak ada, kemudian siksa-Nya benar-benar diturunkan, maka binasalah semua para pembangkang; sekuat apa pun kondisi fisik maupun ketajaman fikir mereka.
Bukankah siksa yang Allah Ta’ala timpakan kepada kaum Nabi Luth, umat Nabi Shaleh, pembangkan di zaman Nabi Hud, adalah bukti bahwa mereka yang pongah sejatinya tak miliki daya secuil pun jika dihadapkan pada Kuasa-Nya Allah Ta’ala?
Para pembangkang itulah yang kelak menghuni neraka. Tempat terburuk yang dipenuhi siksa nan nestapa. Berhak bagi penghuni neraka minuman dari nanah yang mendidih, darah yang dimasak, dan makanan dari pohon zaqqum yang saat dimakan rusaklah pencernaan dan tubuh seseorang.
Neraka yang bahan bakarnya manusia pembangkang dan batu-batu, disediakan oleh Allah Ta’ala bagi siapa yang sombong; yang dalam hatinya enggan menerima kebenaran, dan otaknya dipenuhi makar untuk menolak kebaikan; meski kebaikan itu nyata, bahkan lebih besar dari gajah yang paling besar sekalipun.
Itulah hati yang membatu; hatinya orang kafir, musyrik dan munafik. Hati yang tak kuasa menerima kebenaran. Hati yang disebut oleh al-Qur’an, “Sama saja; diingatkan atau tidak; mereka akan tetap ingkar terhadap perintah Allah Ta’ala dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Semoga Allah Ta’ala melembutkan hati kita, sehingga tidak menjadi bagian manusia yang kelak menjadi bahan bakar neraka. Aamiin. [Pirman]