Kisah orang-orang shalih menduduki peringkat agung dalam metode pendidikan jiwa kaum Muslimin. Diutamakan mengambil pelajaran dari kisah hidup para Nabi dan Rasul Allah serta para sahabat dan pengikutnya yang mulia. Saking utamanya, bahkan sebagian besar isi al-Qur’an disajikan dalam bentuk kisah yang menggugah jiwa para pembacanya.
Al-Hafizh ats-Tsaib an-Nabil menuturkan, ia meriwayatkan dari Sulaiman bin Harb yang mengisahkan pertemuannya dengan Hamdan bin Zaid. Setelah menyampaikan beberapa hadits shahih terkait urusan agama yang mulia ini, Hamdan bin Zaid berkata, “Hendaklah kalian mengambil bumbu-bumbu surga.”
Bumbu-bumbu surga inilah kisah yang mencerahkan hati, menggugah jiwa, menajamkan pikiran, dan membuat fisik bergegas dalam amal kebaikan. Kisah-kisah seperti inilah yang terdapat pada kehidupan para Nabi, Utusan Allah, orang-orang shalih, orang yang bergelar syuhada’, dan orang-orang yang jujur.
Menjelaskan makna ‘bumbu-bumbu surga’, Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah mengatakan dalam pendahuluan Risalah al-Mustarsyidin, “Inilah makna kiasan dari hikayat-hikayat yang menyentuh kalbu, membuat pendengarnya merindukan kebaikan, sekaligus menghapus kebosanan dan kejenuhan jiwa.”
“Termasuk ‘bumbu-bumbu surga’ adalah humor jenaka dan anekdot yang digemari, serta kisah perjalanan hidup yang sarat keteladanan keshalihan dan agama.”
Berkisah memang bisa melembutkan hati. Selain mudah diterima, kisah cenderung aplikatif karena sudah dibuktikan oleh pelakunya. Jika diterima dengan hati yang lapang, tak ada lagi alasan ‘tidak mungkin’, sebab keberhasilannya telah terbukti.
Maka yang dilakukan oleh para Nabi hendaknya kita teladani. Niatkan dengan ikhlas dan mintalah pertolongan kepada Allah Ta’ala. Tak perlu lagi berkata, “Mereka kan Nabi, kita kan manusia biasa.”
Ketahuilah bahwa Nabi pun memiliki sifat yang sama dengan manusia pada umumnya. Mereka menikah, hidup di atas bumi, tidur, makan, dan melakukan berbagai aktivitas manusiawi lainnya.
Jika pun masih berat, tengoklah kehidupan para sahabat-sahabatnya hingga penerusnya di akhir zaman ini. Di antara para kiyai, ustadz, dai, dan pemuka agama Islam lainnya, masih banyak sosok-sosok inspiratif yang bisa dijadikan teladan kehidupan. Mereka inilah oase yang kesegarannya akan senantiasa terukir dalam lembaran emas sejarah.
Satu hal yang paling utama, kepada mereka kita belajar bahwa dunia hanyalah tempat mampir dan medan juang. Dunia bukanlah tempat orang-orang beriman. Ianya hanya persinggahan sebelum kita menetap abadi di akhirat, di surga bersama bidadari dan seluruh kenikmatan di dalamnya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]