Dua Hal yang Paling Dikhawatirkan ‘Ali bin Abi Thalib

0
ilustrasi @blog.amin

Hidup ini sementara. Tak ubahnya seorang musafir yang mampir sejenak untuk menikmati minuman. Hanya sejenak, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Atau seperti seorang pekerja yang mengambil jeda di akhir pekan untuk melancong. Berwisata. Maka, seindah apa pun lokasi wisatanya, senikmat apa pun perasannya saat menyambangi tiap objeknya, ada satu hal yang kudu disadari; hanya sesaat. Selepasnya, ia harus bergegas pulang dan kembali bekerja sebagaimana hari-hari biasanya.

Sebab sementara itu pula, tiada yang abadi kecuali akhirat. Tiada yang benar-benar membawa manfaat selain iman dan taqwa yang bersemayam di hati, diikrarkan dalam lisan, lalu menjadi amal-amal kebaikan di sepanjang usia yang dijatahkan. Selain itu, semua hal terkait duniawi adalah palsu dan menipu. Hanya fatamorgana yang peluang manfaatnya sama besarnya dengan peluang sengsaranya. Harus hati-hati. Tidak boleh tertipu atau tergoda.

Karenanya, jalanilah hidup sebagaimana ajaran Allah Ta’ala dalam Firman-Nya yang agung. Ikutilah semua ajaran-Nya. Lakukan sesuai dengan kemampuan terbaik. Dan, tinggalkan segala yang dilarang oleh-Nya. Tanpa tapi.

Setelahnya, Sunnah Nabi adalah keharusan. Beliaulah sosok yang paling benar dalam menafsirkan al-Qur’an menjadi kehidupan sehari-hari. Sebagaimana dikatakan oleh Ummu ‘Aisyah binti Abu Bakar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah al-Qur’an yang berjalan.

Sebagai kesatuan utuh, sebab usia Nabi terbatas, maka kehidupan para sahabat dan pengikut-pengikutnya juga tak boleh ditinggalkan. Mereka adalah sekelompok manusia yang paling besar dan benar dalam mencintai Nabi yang amat mulia akhlaknya. Merekalah sebaik-baiknya generasi yang tiada lagi tandingannya hingga akhir zaman kelak.

Pelajari kehidupan mereka. Jadikanlah setiap tutur dan teladannya sebagai bekal dalam menjalani hidup yang sangat sementara ini.

“Hal yang paling aku khawatirkan,” tutur Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, “adalah dua hal.” Duhai, apakah kiranya dua hal ini? Mengapa sepupu dan menantu Nabi ini sangat mengkhawatirkannya? Adakah ia menyimpan bahaya untuk dunia dan akhirat kita?

“Panjang angan,” lanjut suami Fathimah binti Muhammad ini, “dan menuruti hawa nafsu.” Mengapa dua hal ini sangat dikhawatirkan oleh Khalifah pengganti ‘Utsman bin ‘Affan ini? “Sebab,” terang beliau memungkasi, “panjang angan-angan membuat lalai dari akhirat. Sedangkan menuruti hawa nafsu bisa memalingkan seseorang dari kebenaran.”

Bukankah setiap perkataan mereka, jika kita praktikkan dengan sepenuh hati, bisa menjadi sebuah panduan hidup agar menjadi pribadi yang sukses di dunia dan akhirat? Apalagi jika kita bisa meramunya menjadi jalan keberhasilan sejati. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaMisteri di Balik Mimpi Imam asy-Syafi’i Bertemu Rasulullah
Artikel berikutnyaOrang-orang yang Tenggelam dalam Keringatnya