Diriwayatkan secara shahih oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Ya’la, dan al-Hakim dari Ummu ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bermimpi berada di dalam tempat penuh kenikmatan, surga. Di sana, beliau mendengar suara laki-laki yang sedang membaca Kalam Allah Ta’ala, al-Qur’an. Nabi pun bertanya kepada para Malaikat, “Siapakah orang ini?”
Beliau adalah salah satu sahabat mulia dari kalangan sahabat Anshar. Dikatakan oleh seorang ahli sejarah bernama Yakut al-Hamawi, bahwa sahabat ini merupakan orang pertama yang memberikan tanah dan rumahnya kepada Nabi sebagai hadiah. Bahkan, ia terus memberikannya seiring bertambahnya anggota keluarga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Selain kemurahan hatinya untuk berbagi itu, laki-laki surga ini juga memiliki amalan istimewa lainnya. Di antaranya, sebagaimana dikatakan oleh Ummu ‘Aisyah istri Rasulullah, beliau termasuk dua orang selain sayyidina ‘Utsman bin ‘Affan yang sangat berbakti kepada ibunya. Tak pernah membantah, dan selalu melakukan perintah sang bunda.
Ibunda dari sahabat mulia ini adalah muslimah shalihah bernama Ja’dan binti ‘Ubaid. Sedangkan istri yang amat disayanginya adalah Ummu Khalid binti Khalid. Dari pernikahan berkah kedua insan terpilih ini, lahirlah lima orang anak. Yaitu ‘Abdurrahman, ‘Abdullah, Saudah, ‘Umrah, dan Ummu Hisyam. Sebelum menikahi Ummu Khalid bin Khalid, sahabat ini berstatus duda dengan dua orang anak, yaitu Ummu Kultsum dan Amatullah.
Kemudian, yang menjadi sebab terdengarnya suaranya di surga dalam mimpi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah amalan mulia berupa bakti kepada sang ibu. Dalam kelanjutan riwayat di atas, saat Nabi bertanya, “Siapa orang ini?”, para malaikat pun menjawab, “Ini adalah Haritsah bin Nu’man.”
Saat memberitahukan mimpinya itu kepada ‘Aisyah binti Abu Bakar, Nabi berkata, “Itulah pahala kebajikan. Itulah pahala kebajikan.”
Inilah sosok agung yang dijanjikan surga. Beliau merupakan sosok yang sangat bergembira ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memilih rumah Abu Ayyub al-Anshari saat pertama singgah di Madinah. Pasalnya, kediaman Abu Ayyub dekat dengan rumahnya, sehingga dirinya bisa leluasa dan mudah mendatangi untuk belajar Islam dari sang baginda. [Pirman/Kisahikmah]