Ada yang perlu direnungi jika kita telah memosisikan diri sebagai seorang guru, kiyai, ‘alim, ‘ulama, cendekia, penulis, dai, atau penyampai kebenaran lainnya. Sebab, dalam apa yang kita pilih itu terdapat ujian yang amat berat.
Ada yang perlu kita telisik ke dalam nurani diri, saat yang menjadi pilihan hidup adalah menyebarkan kebaikan kepada sesama; keluarga, masyarakat, maupun umat manusia secara umum. Sebab selain agungnya balasan, ada fitnah yang besar di dalamnya.
Menjadi penyeru kebaikan adalah tugas yang mulia. Banyak yang bermimpi menjadi bagiannya, namun amat sedikit yang benar-benar berhasil menjalaninya. Pun, jika telah menjadi bagiannya, amat sedikit yang benar-benar bisa tulus dengan senantiasa meluruskan niatnya.
Lantaran ini pula, Ajip Rosidi menulis sebuah buku yang berjudul Robohnya Surau Kami. Ialah sebuah buku yang mengisahkan protesnya para dai, imam masjid, dan penyeru kebaikan lainnya di hadapan Allah Ta’ala. Pasalnya, mereka telah lakukan kebaikan saat hidup, tapi mengapa justru dimasukkan ke dalam neraka?
Jauh sebelum itu, melalui sabdanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah sampaikan hal serupa. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang dikutip oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya.
Pada Hari Kiamat kelak akan ada seseorang yang dicampakkan ke dalam neraka. Sebab disiksa, usus orang tersebut terburai, dan ia mengelilinginya seperti keledai mengelilingi penggilingan.
Demi melihat itu, para penghuni neraka yang lain bertanya, “Apa yang terjadi denganmu?” lanjut mereka, “Bukankah dahulu kamu sering memerintahkan kami untuk berbuat kebaikan dan mencegah diri dari kemungkaran?”
Rupanya, orang yang dijebloskan ke dalam neraka dan terburai ususnya tersebut, saat di dunia, adalah seorang dai. Tapi, kenapa dia justru disiksa?
“Dahulu aku menyuruh kalian berbuat baik,” lanjutnya menuturkan, “tapi aku tidak mengerjakannya.” Tuturnya mengakhiri, “Aku juga perintahkan kalian meninggalkan kemungkaran, tetapi aku sendiri mengerjakannya.”
Betapa mulianya menjadi penyeru kebaikan, tetapi padanya terdapat ujian yang berat. Namun, riwayat ini bukan pembenaran bagi siapa pun untuk absen dari gelanggang dakwah. Ini adalah pacuan, agar seseorang semakin bersemangat untuk berdakwah di jalan Allah Ta’ala sembari terus menerus memperbaiki dirinya. [Pirman]