Ada satu episode menarik yang dijalani oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dan para sahabatnya yang mulia. Agak unik, kali ini terkait betis seseorang. Ada beberapa oknum yang menghina betis seorang sahabat, tapi Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam justru memuji betis tersebut dan pemiliknya.
Mengapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam melakukan ini? Siapakah sahabat yang dipuji sosok dan betisnya ini?
Peristiwa ini termasuk penting dalam sejarah Islam dan kehidupan umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam hingga akhir hayatnya. Saking pentingnya, kejadian yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal ini dikutip oleh Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim.
Adalah sahabat mulia Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu yang terlihat betisnya. Sangat kecil hingga dihina oleh beberapa oknum. Melihat apa yang dilakukan oleh oknum tersebut kepada ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda,
“Apakah kalian heran dengan kecilnya betis Ibnu Mas’ud? Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh kedua betisnya itu lebih berat dalam timbangan amal daripada Gunung Uhud.”
‘Abdullah bin Mas’ud merupakan sahabat mulia yang ahli al-Qur’an. Beliau pernah diminta oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam untuk memperdengarkan bacaan al-Qur’annya kepada manusia paling mulia di muka bumi ini.
Nabi yang mulia takjub dengan merdunya bacaan ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian menangis lantaran kandungan makna dalam ayat yang dibaca.
Namun, sahabat mulia Nabi ini memiliki kekurangan dalam pandangan sebagian manusia. Dipandang remeh karena fisik dan angora badannya yang kecil. Kurus. Kering.
Kemudian Nabi mengingatkan bahwa fisik bukanlah ukuran kemuliaan. Meski kecil, betis itu dinilai lebih berat daam timbangan amalnya, melebihi beratnya Gunuh Uhud yang mulia.
Hendaknya kita berkaca. Seharusnya kita merenung. Apakah hanya perut dan badan yang besar dan kekar tetapi timbangan amal kecil tiada makna?
Apakah usaha kita dalam membesarkan badan agar terlihat ideal dan penuh pesona tidak diiringi dengan memperberat timbangan amal bagi kehidupan di akhirat kelak?
Atau jangan-jangan, kita tidak hanya kurus badan, tapi juga ringan nilainya dalam timbangan amal kelak di Hari Kiamat?
Jika pun badan kurus, berupayalah agar timbangan kebaikannya berat. Dan jika gemuk, pastikan bahwa timbangan amal kebaikannya jauh lebih berat dari timbangan berat badan.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
*Tafsir Ibnu Katsir bisa dipesan di 085691479667