Ini bukan kisah biasa. Ini bukan cerita khayalan semata. Ini merupakan satu di antara sekian banyaknya kisah agung yang pernah terjadi di muka bumi ini. Kisah nyata tentang berkahnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sepasang suami-istri penghuni surga, dan sekumpulan manusia-manusia terbaik di zaman itu.
Lelaki Anshar ini baru saja masuk ke dalam masjid. Saat menyaksikan wajah sang kekasih, Muhammad bin ‘Abdullah, lelaki surga ini bisa melihat betapa sang baginda tengah menahan lapar. Tak menunggu lama, ia pun keluar masjid. Pulang. Sesampainya di rumah, ia yang menemukan Islam lantaran istrinya ini berkata kepada bidadarinya, “Buatlah makanan untuk Rasulullah.”
Bersegera, sang istri pun memasak. Padahal, hanya sedikit gandum. Pikir mereka, “Kalau Nabi seorang diri, insya Allah cukup.” Rupanya, ada kejadian yang tak pernah mereka pikirkan.
Kelar memasak, sang lelaki pun meminta kepada anaknya, “Bisikkan ke telinga Nabi, bahwa kita mengundang beliau untuk makan di rumah.”
Belum tunai mendekati Nabi di masjid, manusia paling mulia sejagad ini sudah mengetahui maksud kedatangan si anak, “Anak ini,” kata Rasulullah, “datang membawa kebaikan.”
“Apakah kamu,” tanya Nabi kepada sang anak, “disuruh ayahmu untuk mengundang kami?”
Si anak pun mengangguk. Lantas, Nabi mengajak seluruh sahabat yang ada di masjid, “Bismillah, ayo kita berangkat.”
Hendak memberitahukan, sang anak pun bergegas agar sampai di rumah ayahnya lebih dulu. “Ayah,” lapor sang anak, “Nabi datang dengan menyertakan banyak orang.”
Ia pun keluar untuk menyambut Nabi, “Ya Rasul, engkau datang dengan membawa banyak orang.” Lanjutnya sampaikan niat undangannya, “Tadi, aku melihat baginda menahan lapar.” Namun, “Di rumah kami hanya ada sedikit makanan.” Pungkas lelaki tampan, gagah, dan shalih ini, “Silakan masuk, ya Rasulullah.”
Beliau pun masuk, sementara para sahabat menunggu di luar. Manusia mulia ini mengambil sedikit olahan gandum, lalu bertanya, “Apakah ada lauknya?” Sang lelaki pun memberikan minyak samin sebagai lauknya. Oleh Nabi, minyak samin itu dituangkan di atas olahan gandum.
“Sekarang,” perintah Nabi, “perintahkan mereka (para sahabat) masuk.” Beliau juga menginstruksikan agar para sahabat makan secara bergiliran per-sepuluh orang. Setelah semuanya mengambil gilirannya, Nabi pun berkata kepada sepasang suami-istri itu, “Makanlah,” ujar Nabi, “sekarang giliran kalian.”
Aku sang suami, “Kami pun makan hingga kenyang.”
Sepasang suami istri mulia ini, tidak lain adalah Abu Thalhah al-Anshari dan istrinya, Ummu Sulaim yang diberkahi. Sedangkan si anak yang shalih itu, ia adalah pelayan Rasulullah, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.
Berkatalah Imam al-Haitsami, “Dalam riwayat Abu Ya’la dan ath-Thabrani, jumlah sahabat yang makan di hari itu ada 100 orang.”
Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad. Wa ‘ala ali Muhammad. [Pirman/Kisahikmah]