Menulis Kebaikan
Kebaikan tidak hanya bisa dilakukan. Kebaikan pun bisa dituliskan. Menuliskan kebaikan sebagai tanda saling nasihat-menasihati. Nasihat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Melalui tulisan, kebaikan seseorang mampu menebarkan kebaikan yang akan dilakukan oleh dirinya sendiri dan diikuti pembaca.
Bukankah itu merupakan investasi dengan pahala berlimpah?
Tulisan kebaikan bisa berbuah pahala yang mengalir terus-menerus tanpa henti, walaupun sang penulisnya sudah tidak ada lagi. Ajakan berbuat kebaikan lewat tulisan merupakan sebuah sarana yang sangat mudah dan ringan dilakukan di zaman sekarang. Terlebih dengan akses intenet tanpa batas, sehingga ini menjadi lahan ‘basah’ yang bisa digunakan untuk memperbayak pahala tanpa harus melakukan sesuatu. Di dalam dunia ekonomi, kita mengenalnya dengan istilah passive income.
Saat ini banyak tulisan yang berhamburan tanpa nilai bahkan hanya sebuah kebohongan belaka (hoax). Sebuah tulisan atau informasi yang hanya di-copy paste tanpa melakukan penyelidikan atau pencaritahuan terlebih dahulu.
Apakah isi tulisan itu benar ataukah hanya propaganda yang digunakan untuk mempengaruhi pembacanya?
Dari sinilah, kita harus mengambil peran untuk menulis kebaikan sebagai upaya menghalau dan melawan informasi-informasi hoax. Jika tidak diimbangi dengan tulisan kebaikan, orang-orang akan lebih banyak membaca tulisan keburukan sehingga pola pikirnya menjadi buruk dan berujung pada akhlak yang buruk pula.
Apa yang dibaca itulah yang akan menjadi pola berpikir. Jika kebaikan yang dibaca, maka kebaikan pula yang menjadi pola pikirnya. Tapi sebaliknya, apabila keburukan lebih banyak dibaca dan membekas di dalam pikirannya, tidak menutup kemungkinan keburukan itu akan dilakukannya.
Menulis kebaikan sebagai penyeimbang untuk tulisan-tulisan yang beraromakan keburukan. Tulisan dibalas dengan tulisan. Itulah yang sekarang banyak terjadi. Namun, dari banyaknya tulisan yang dibalas dengan tulisan itu, mereka masih mementingkan kepentingan pribadi untuk saling menyerang antara satu dengan yang lainnya. Sulit bagi kita untuk membedakan mana yang benar di antara kedua belah pihak. Hanya caci maki dan hinaan yang mereka tuliskan.
Menulis kebaikan menjadi jalan terang bagi diri dan orang-orang di sekitar kita. Mereka lebih menginginkan kebaikan daripada keburukan. Tapi, tulisan kebaikan masih terbatas jika dibandingkan dengan tulisan keburukan.
Media saling mementingkan kepentingan pribadi atas kepentingan umat. Informasi yang disebarkan ke masyarakat menjadi minim dari nilai kebaikan.
Tulislah kebaikan dari berbagai kebaikan. Sebab, kebaikan sangat indah untuk dilihat. Seperti saat kita melihat orang berbuat baik. Bukankah kita akan merasakan sesuatu yang indah saat itu?
Begitu pula dengan tulisan kebaikan. Tulisan kebaikan akan membuat orang merasakan keindahan dan tergerak untuk turut melakukan kebaikan yang telah dituliskan.
Menuliskan kebaikan merupakan perbuatan yang mudah, semudah melakukan kebaikan. Namun, tidak banyak orang yang mau untuk menuliskannya. Masih ada segelintir orang yang tidak mau untuk melakukan kebaikan. Mereka lebih memilih untuk melakukan keburukan, walaupun hati kecil mereka tetap mengatakan kebaikan itu tetap indah. [Aulia Rahim – Peserta Belajar Menulis Online]