Dalam gulita, lelaki ini berjalan gontai. Perutnya berteriak. Kelaparan. Tak menjumpai makanan apa pun, ia menemukan sebuah pintu rumah yang terbuka. Nafsunya berkata, “Ayo masuk. Di dalamnya pasti ada makanan.”
Dengan hati-hati, lelaki itu mengendap. Lirik kanan-kiri, tak dijumpai sebatang hidung pun. Menujulah ia ke meja makan. Ada beberapa yang bisa disantap. Tapi, tiba-tiba saja, ia teringat pesan Nabi nan mulia, “Tinggalkan yang haram, maka akan kau dapatkan yang halal.”
Ia pun berbalik. Sayangnya, baru beberapa langkah, ia melihat bungkusan lain. Tampak seperti makanan. Tangannya pun bergerak. Sudah disentuh bungkusan itu. Saat hendak mengangkatnya, hatinya kembali mencegah. Pikirannya tertuju kepada pesan cinta sang Nabi, “Tinggalkanlah yang haram, maka akan kau dapatkan yang halal.”
Tidak jadi lagi. Diangkatlah jauh-jauh tangannya dari bungkusan itu. Tertelanlah ludah lapar ke dalam pencernaannya. Perutnya semakin keras mainkan irama keroncongan. Lapar akut.
Baru beberapa langkah dari tempat itu, ia kembali mendapatkan godaan yang paling besar. Dan, inilah puncaknya. Terlihat di ranjang seorang wanita yang pasrah, berbaring dalam lelapnya tidur. Matanya tak berkedip, nafasnya memburu, perasaannya tak karuan, ludah nafsu pun terbit.
Perang sengit terjadi, makin dahsyat. Kata syahwatnya, “Ayo… Kapan lagi? Segeralah. Atau, ia akan terbangun. Dan kau kehilangan kesempatan ‘emas’ ini.”
Saat hendak menambah langkah menuju ranjang, hatinya kembali berteriak. Lagi-lagi, ia teringat dengan sabda mulia Nabi, “Tinggalkanlah yang haram, maka akan kau dapatkan yang halal.”
Gagal lagi aksi bejatnya yang ketiga dalam satu malam itu. Ia pun keluar rumah, menuju masjid. Aneh; meski tetap merasa lapar, hatinya lapang. Sebabnya, ia berhasil memenangkan pertarungan sengit antara hati, nafsu dan syahwatnya. Ia pun tertidur hingga Subuh menyapa. Lalu ikuti shalat berjamaah dengan Nabi dan sahabatnya yang lain.
Saat mentari meninggi, lelaki ini masih berada di masjid dalam keadaan menahan lapar. Di sudut yang lain, Nabi kedatangan tamu. Seorang wanita. Janda. Ia melaporkan kejadian yang dialaminya semalam. Kisahnya, rumahnya disatroni orang jahat. Dan, ia meminta ‘pelindung’.
Nabi pun berkeliling, melihat di sekitaran masjid. Dijumpailah sang lelaki yang masih kelaparan itu. Lalu, dipanggil dengan lembut dan disampaikan tanya kepadanya, “Apakah kau sudah menikah?” Rupanya, lelaki ini duda. Kemudian, ditawarkanlah kepada duda itu, “Maukah kau menikai wanita ini?”
Sang duda pun tergugu. Menangis sejadi-jadinya. Ia teringat apa yang dilaminya semalam. Kemudian, bertutur runutlah ia kepada Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam. Ia sampaikan rasa laparnya, niatnya mencuri, dan berzina malam itu. Namun, sebab satu kalimat Nabi, ia batal menjalankan aksi nakalnya.
Keduanya pun dinikahkan. Betapa bahagia keduanya. Sang lelaki, karena mengamalkan satu kalimat ampuh dari Nabi berhasil mendapatkan wanita salehah dan semua yang ada di dalam rumahnya. Sedangkan sang wanita, berhasil mendapatkan laki-laki saleh pilihan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. [Pirman]
Rujukan: Majalah Tarbawi Edisi 215 Tahun 11