Ada begitu banyak kaum Muslimin yang salah paham terhadap tasawuf dan kaum sufi. Sebagian mereka menuduh tasawuf dan kaum sufi dengan julukan sesat. Mereka menuduh tasawuf dan kaum sufi telah menyimpang dari ajaran Islam yang mulia.
Padahal, jika melihat dari asal usulnya, tasawuf dan kaum sufi merupakan bagian tidak terpisahkan dari bangunan Islam yang mulia, agung, dan menyeluruh. Hal ini hanya bisa kita pahami jika mau menundukkan egoisme lantaran sempitnya pemahaman, lalu dengan tulus menjejaki penjelasan dan teladan para ulama.
Sebagian mereka, sebagaimana dikatakan oleh Imam asy-Syatibi Rahimahullahu Ta’ala, “Kebanyakan orang bodoh berkeyakinan bahwa kaum sufi (beramal) semborono dalam mengikuti sunnah; suka mengubah-ubah ibadah dan melakukan perbuatan yang tidak diajarkan dalam Islam.”
“Padahal,” lanjut beliau dalam al-I’tisham sebagaimana dikutip oleh Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam syarah Risalah al-Mustarsyidin Imam al-Harits al-Muhasibi, “mustahil kaum sufi mengusung keyakinan kaum bid’ah karena langkah pertama yang mereka mantapkan adalah mengikuti sunnah dan menghindari penyimpangan darinya.”
Atas alasan ini pula, Imam Abu Qasim al-Qusyairi yang merupakan pemimpin para sufi menjelaskan bahwa julukan ‘kaum sufi’ merupakan pembeda dari ‘ahli bid’ah’ yang kala itu amat melimpah jumlahnya.
‘Kaum sufi’ hanyalah identitas yang membedakan antara mereka dengan para pelaku, pemasar, dan pencipta amalan-amalan bid’ah.
Imam asy-Syatibi lantas menjelaskan, bahwa kaum Muslimin di era Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam disebut sebagai ‘sahabat Nabi’, kaum setelahnya disebut ‘tabi’in’ (pengikut sahabat nabi), generasi selepas itu dinamai ‘tabi’ tabi’in’ (pengikut tabi’in).
Kemudian setelah berakhirnya masa tabi’ tabi’in, kaum Muslimin berbeda pendapat dan berbeda pula terkait kedudukan di tengah masyarakat. Lalu orang-orang yang peduli dengan kemuliaan Islam berhak mendapatkan predikat zahid dan shalih.
Tatkala itu muncul pula berbagai jenis bid’ah. Setiap kelompok mengaku-ngaku sebagai kaum yang zahid sekaligus shalih. “Maka,” jelas Imam Abu Qasim al-Qusyairi, “orang-orang istimewa dari kalangan ahlus sunnah yang senantiasa menjaga kebersamaan dengan Allah Ta’ala dan menjaga hati dari kelalaian menyebut diri mereka dengan kaum sufi.”
Jelaslah sudah perkaranya. Kaum sufi merupakan orang-orang yang menapaki dan beramal berdasarkan al-Qur’an dan sunnah serta menjaga diri dari berbagai jenis perbuatan bid’ah.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]