Dalam sebuah ekspedisi jihad menegakkan kalimat Allah Ta’ala, seorang Gubernur sekaligus Panglima Perang kaum Muslimin yang bernama Maslamah bin Abdil Malik mengalami kesukaran. Kepada seluruh tentaranya, sosok yang juga merupakan tabi’in dari Negeri Syam ini memerintahkan pasukannya untuk menembus sebuah lubang, agar kaum Muslimin bisa mengalahkan musuh.
Dalam kecamuk perang yang makin dahsyat, tidak ada seorang pun yang mampu mengerjakan misi tersebut. Hingga datanglah seorang laki-laki yang tidak dikenal oleh siapa pun. Benar-benar asing. Dia seperti orang yang baru datang di ekspedisi jihad tersebut.
Qadarullah, laki-laki tanpa nama itu berhasil menembus tembok yang dengan perantara tersebut, kaum Muslimin bisa menaklukan benteng musuh. Kaum Muslimin memenangkan jihad. Atas berkat Rahmat dan Ridha Allah Ta’ala Yang Mahakuasa.
“Dimanakah prajurit yang telah menembus lubang?” tanya Gubernur Maslamah seusai pertempuran.
Berkali-kali menyampaikan pertanyaan, tidak ada satu orang pun yang mengaku. Akhirnya, sang panglima perang menyampaikan bahwa dia akan terus menerus penasaran hingga laki-laki tersebut menghadap kepadanya.
“Aku memberikan perintah kepada pengawalku untuk mengizinkan si penembus lubang tembok agar menemuiku, jika dia datang. Aku akan senantiasa penasaran sampai dia datang.” tegas sang panglima yang pernah menyerang Konstantinopel pada tahun 96 Hijriyah ini.
Berselang hari setelah itu, datanglah seorang laki-laki. Kepada penjaga istana, dia mengaku ingin bertemu panglima untuk memberitahukan sosok penembus lubang.
Sesampainya di hadapan Jenderal Maslamah, laki-laki ini berkata tegas, “Si penembus lubang mau memberitahukan jati dirinya, asalkan engkau berjanji dengan tiga hal.”
Tiga janji tersebut berupa; tidak menulis namanya dan melaporkan ke Khalifah, tidak diperintahkan apa pun, serta tidak ditanya asal-usulnya.
“Baiklah,” jawab Panglima Maslamah, “aku menjanjikan semua itu kepadanya. Nah, siapakah dia?”
Jawab laki-laki itu, “Akulah dia.”
Sang laki-laki berkata datar, lantas bergegas keluar dari istana Gubernur. Dia berlalu seperti tidak terjadi apa pun.
Namun bagi sang panglima, hal itu merupakan peristiwa besar baginya. Maka sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Quthaibah dalam Uyun al-Akhyar yang dikutip oleh Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah saat mensyarah Risalah al-Mustarsyidin Imam al-Harits al-Muhasibi, “Setelah peristiwa itu, setiap usai shalat, Maslamah selalu berdoa, ‘Ya Allah, kumpulkanlah aku bersama si penembus lubang tembok pada Hari Kiamat’.”
Demikian inilah satu di antara sekian teladan keikhlasan yang semakin langka. Jika dahulu banyak orang shalih yang merahasiakan amalan agungnya, generasi kini banyak menyiarkan amal hanya agar digelari ahli kebaikan.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]