Jika Berada dalam 3 Kondisi Ini, Manusia Mudah Dikuasai Iblis

0
ilustrasi (wallpapercave.com)

Nabi Musa ‘alaihis salam pernah bertemu dengan iblis yang menyerupai manusia. Atas ijin dan karunia dari Allah, Nabi Musa berhasil mengorek keterangan dari iblis tentang siapa manusia yang paling mudah dikuasai olehnya.

Iblis akhirnya memberitahukan rahasia itu. “Tiga kondisi yang membuat manusia akan mudah kami kuasai,” kata Iblis, “Jika manusia kagum dengan dirinya, merasa banyak amalnya dan melupakan dosa-dosanya.”

Saudaraku, dari kisah yang dituturkan Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam buku Talbis Iblis ini kita bisa mengambil banyak pelajaran.

Kekaguman pada diri sendiri (‘ujub) merupakan cikal bakal kesombongan. Merasa diri paling baik, paling suci, paling hebat. Sikap inilah yang dulu dimiliki iblis sehingga ia diusir dari surga. Rupanya, dengan sikap ini pula manusia akan mudah dikuasai oleh iblis.

Ketika seseorang takjub pada dirinya, ia cenderung akan buta dari kekurangan dan kesalahan dirinya sendiri. Pada saat yang sama, ia juga tak bisa melihat kebaikan orang lain dan belajar dari mereka. Yang terjadi, saat ada orang lain berbuat baik, ia menganggapnya kecil dibandingkan dengan kebaikannya. Saat mengetahui ada orang lain berprestasi, ia menganggap tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dirinya.

Kalaupun amal dan prestasi orang lain itu tak bisa disamainya, ia akan mencari kekurangan atau kesalahan orang itu untuk dibandingkan dengan dirinya hingga sampai pada kesimpulan bahwa dirinya tetap lebih unggul dan lebih baik dari orang lain.

Merasa banyak amal merupakan kondisi kedua yang membuat manusia mudah dikuasai iblis. Karena merasa banyak amal, ia jadi meremehkan dosa. Apalagi jika menurutnya itu adalah dosa kecil yang tak sebanding dengan akumulasi amal baiknya. Akhirnya ia menjadi berani durhaka kepada Allah, tanpa sadar menumpuk-numpuk dosa. Ia beranggapan kumpulan dosanya hanyalah setumpuk kerikil, padahal dosanya telah menggunung. Ia beranggapan amalnya seluas samudera, padahal tidak bernilai di hadapan Allah laksana tetes-tetes air yang menguap terkena sinar matahari.

Para ulama dan wali Allah, mereka tidak menganggap kecil suatu dosa karena setiap dosa sejatinya adalah kedurhakaan kepada Allah yang Maha Besar. Ke-Maha Besar-an Allah membuat mereka sadar bahwa sekecil apapun maksiat harus segera disesali dan ditaubati. Maksiat mereka risaukan namun kepada siapa mereka bermaksiat itu yang lebih merisaukan.

Sementara orang-orang yang dengan mudahnya melupakan dosa-dosanya, merasa bahwa semuanya tidak masalah, mereka mudah dikuasai iblis. Dosa demi dosa tidak membuat bertaubat tetapi justru dilupakan dan tidak dianggap. Hingga tertumpuklah dosa-dosa itu dan tiba-tiba ia terkejut saat melihat betapa menjulangnya tumpukan dosa pada yaumul hisab. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Kisahikmah.com]

Artikel sebelumnyaCara Melawan Bisikan Setan
Artikel berikutnyaDua Dosa yang Dianggap Remeh, Namun Siksanya Pedih